Jakarta, 2 Juni 2021– Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman SPSI (FSP RTMM – SPSI) meminta Presiden Republik Indonesia untuk membatalkan rencana revisi PP109/2012 karena diyakini dapat mengancam keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT).
Ketua Umum FSP RTMM – SPSI, Sudarto mengatakan jutaan orang menggantungkan nasibnya di industri IHT baik langsung maupun tidak langsung.
“Situasi pandemi sudah menyulitkan anggota kami, merevisi PP 109/2012 akan menambah beban industri yang akan berdampak secara langsung pada kinerja sektorsektor IHT. Oleh sebab itu hal ini dapat berujung pada berhentinya usaha yang berimplikasi pada hilangnya mata pencaharian para pekerja,” ungkap Sudarto.

Ia menambahkan mayoritas para anggotanya yang tersebar di beberapa Provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan D.I. Yogyakarta datang dari latar belakang pendidikan terbatas. Hal ini menjadi tantangan sendiri bagi anggotanya jika harus kehilangan pekerjaan. Sudarto menekankan, revisi PP 109/2012 berpotensi meningkatkan jumlah pengangguran yang saat ini sudah mencapai angka 9,7 jiwa.
Landasan Rencana Revisi PP 109/2012
Landasan rencana revisi PP 109/2012 yang dimuat dalam RPJMN 2020 – 2024 haruslah sudah menjamin keberlangsungan pekerja IHT, namun sampai hari ini kenyataannya tidak satupun pemikiran maupun inisiatif tersebut terealisasi.
Faktanya sampai sekarang tidak ada sektor industri lain yang mampu menyerap petani tembakau dan pekerja industrinya terlebih dapat memberikan kompensasi ekonomi yang setidaknya mendekati kalau tidak menyamai dengan IHT.
https://www.serikatpekerjartmm.com/ketertiban-organisasi-rapimnas-iii-fsp-rtmm-spsi/
Narasi revisi PP 109/2012 juga disebutkan didasarkan pada tingkat prevalensi perokok anak yang tidak turun. Namun hal ini sungguh ironis karena PP 109/2012 sudah jelas mencantumkan larangan penjualan rokok pada anak di bawah umur dan wanita hamil.
Data menunjukkan bahwa prevalensi konsumen dewasa menurun dari 29,3% di tahun 2013 menjadi 28,8% di tahun 2018 berdasarkan data Kementerian Kesehatan.
Dorongan wacana revisi PP 109/2012 disebutkan akan memuat pembesaran gambar kesehatan sebesar 90% yang semula adalah 40% dan dilarang menggunakan bahan tambahan (seperti penambah rasa dan penambah aroma), sekaligus melakukan aktivitas iklan dan promosi.
Tuntutan dan dorongan ini terus disuarakan bertepatan dengan momentum HTTS oleh pihak – pihak yang mengatasnamakan tujuan kesehatan, tanpa memberi solusi bagi pekerja yang bergantung pada IHT sebagai sedikit sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dengan tingkat pendidikan terbatas.
Sepanjang Tahun Pekerja Kehilangan Mata Pencaharian
Selama kurun waktu 10 tahun ada 60.889 karyawan atau pekerja rokok terpaksa kehilangan pekerjaan. Di sisi lain jumlah industri berkurang drastis dari 4.700 perusahaan menjadi sekitar 700 di tahun 2019 dan yang aktif pesan pita cukai sekitar 360 perusahaan. Kondisi yang sama terus menjadi momok dan ancaman kelangsungan kerja bagi yang sekarang masih menggantungkan nasibnya pada industri tembakau.
Kinerja IHT pada tahun 2020 sudah turun 9,7% akibat kenaikan cukai tinggi, dampak pandemi, regulasi yang terus menekan dan menimbulkan ketidakpastian usaha. Penurunan ini berlanjut hingga April 2021, IHT masih mengalami penurunan sebesar 6,6%. Di saat yang sama, IHT juga terus melaksanakan protokol kesehatan yang juga berdampak pada tambahan beban pengeluaran karena sektor ini juga wajib mengutamakan keselamatan karyawan yang mencari nafkah di fasilitas produksi.
Regulasi Harus Partisipatif Masyarakat
Peraturan dan perundangan- undangan mengamanahkan bahwa proses pembentukan kebijakan harus melibatkan para pemangku kepentingan terdampak agar hasilnya adil, efektif dan regulasi yang dihasilkan tidak hanya berpihak pada satu kepentingan tertentu. “Sebagai perwakilan pekerja FSP RTMM – SPSI tidak pernah dikonsultasikan terkait rencana revisi PP 109/2012. Hal ini kami yakini bukan tanpa maksud dan telah menyalahi hukum yang berlaku. Kami mohon keadilan dapat berlaku untuk semua, termasuk pekerja yang menggantungkan nasibnya pada IHT,” tutup Sudarto.
***
Tentang FSP RTMM-SPSI:
Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-SPSI memiliki struktur organisasi mulai dari Pimpinan Pusat (PP) FSP RTMM-SPSI di Jakarta, Pimpinan Daerah (PD) FSP RTMM-SPSI di 15 Provinsi, Pimpinan Cabang (PC) FSP RTMM-SPSI di 66 Kabupaten/Kota dan Pimpinan Unit Kerja (PUK) SP RTMM di 545 Perusahaan.
Total jumlah Anggota (Pekerja) adalah 244.021 orang yang terdiri dari dari 148.693 orang Pekerja di Industri Rokok, 94.123 orang bekerja di industri makanan dan minuman, dan 1.205 orang bekerja di sektor pendukung industri rokok dan makanan serta minuman.
UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh, bahwa Serikat Pekerja/Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk Pekerja/Buruh baik di Perusahaan maupun di luar Perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

https://www.instagram.com/reel/C463cQeyAN2/?igsh=MWVqNGI2a2dyMW51Mw==
Comments 1