UU Cipta Kerja. JAKARTA, 10 Agustus 2023 – Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Bersama dengan Aliansi Aksi Sejuta Buruh melakukan aksi unjuk rasa damai di depan Istana Negara, 10 Agustus 2023. Aksi ini dilakukan sebagai upaya tidak henti-hentinya menyampaikan aspirasi penolakan terhadap Undang – Undang Cipta Kerja.
Aksi penolakan terus menerus yang dilakukan oleh didasari akan permasalahan dalam pembuatan Regulasi ini baik dari segi formil (prosedural) dan materiil (substansial).
Dari segi formil, Pemerintah dalam menyusun peraturan ini tidak membuka ruang perihal keikutsertaan masyarakat, termasuk Serikat Pekerja/Serikat Buruh padahal Pekerja/Buruh Indonesia banyak yang terdampak akibat terbitnya UU tersebut. Dalam menyusun suatu peraturan perundang-undangan, pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus sesuai dengan asas keterbukaan yang menyatakan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka.
Dalam proses pembuatan Perppu Ciptaker, pemerintah tidak mempunyai inisiatif untuk memangku keterlibatan masyarakat dengan tidak membuka ruang sosialisasi bagi masyarakat. Perppu ini juga tidak mengindahkan putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 yang mengamanatkan Pemerintah untuk menghadirkan partipasi yang bermakna (meaningful participation).
https://www.serikatpekerjartmm.com/serba-serbi-thr-hanya-berlaku-di-indonesia-masa-sih/
Dari segi materiil, banyak muatan pasal yang bermasalah. Pasal-pasal yang mengundang kontroversi mayoritas terletak pada isu ketenagakerjaan. Beberapa pasal tersebut yang nyata-nyata telah mendegradasi hak pekerja antara lain:
(1) Masih adanya pembatasan pengaturan upah minimum yang hanya berdasarkan rumus, bukan berdasarkan hasil kondisi survei pasar sebenarnya dan kebutuhan hidup layak pekerja/buruh;
(2) Semua jenis pekerjaan dinilai bisa menerapkan sistem outsourching, yang aturan sebelumnya (UU 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan) mengatur hanya ada 5 (lima) jenis pekerjaan yang boleh dialihdayakan;
(3) Masih adanya penurunan nilai norma pemberian hak pesangon bagi yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bila dibandingkan dengan Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
(4) Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih bisa dipermudah tanpa melalui ijin atau pemberitahuan dahulu;
(5) Tidak adanya kepastian kerja menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT/Permanen) akibat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT/Kontrak) yang dilegalkan dengan batas waktu yang lebih lama; dan (5) Adanya penghilangan aturan cuti panjang, yang sebelumnya dijamin dalam UU 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Sehingga dapat dikatakan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja merupakan proses lanjutan dari UU Ciptaker yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan Perppu yang seharusnya dapat membenahi UU Ciptaker jutru malah menjadi ketidakpastian kebijakan dan alih-alih menjadi proses penyelundupan hukum bagi UU Ciptaker yang dinilai masih “cacat”.
Oleh sebab itu maksud dan tujuan dari kegiatan aksi unjukrasa ini adalah menyampaikan aspirasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh berupa kritisan-kritisan terhadap semua regulasi ketenagakerjaan (UU 6/2023 tentang Cipta Kerja yang secara nyata dan faktual saat ini telah merugikan dan mendegradasi hak-hak normatif dan kepentingan Pekerja Indonesia:
- Kehadiran negara seharusnya menjadi perlindungan bagi Pekerja/Buruh. Negara melalui Pemerintah bukan hanya mementingkan dunia usaha dan pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat Pekerja/Buruh. Bekerja merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan penghasilan agar dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Adanya regulasi ketenagakerjaan seharusnya bisa mengakomodir kebutuhan hak warga pekerja/buruh, tidak hanya memperhatikan kelompok investor semata. Masih menempatkannya Klaster Ketenagakerjaan dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja, dalam rangka kemudahan berinvestasi merupakan paham kapitalisme yang mengganggap tenaga kerja hanya sebagai salah satu komponen produksi (industri) karena muatannya lebih mendegradasi nilai-nilai normatif sebelumnya. Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan asas dan dasar Negara Pancasila.
- Pekerja/Buruh Indonesia merupakan bagian dari rakyat Indonesia, DPR RI sudah sewajibnya kritis dalam hak pengawasan dan hak legislasi terhadap segala kebijakan yang diusulkan Pemerintah selaku eksekutif negara yang dinilai dan faktanya menjadi kontroversi akibat cacat formil, tidak sesuai mekanisme dan prosedural yang ada, serta datanya di lapangan telah merugikan dan mendegradasi hak-hak normatif dan kesejahteraan sebagian besar Pekerja/Buruh Indonesia, karena sejatinya tugas pokok dan fungsi DPR RI mewakili aspirasi rakyat, sesuai prinsip-prinsip demokrasi yang kita anut bersama, yaitu dari, oleh, dan untuk rakyat Indonesia.
- Pelanggaran terhadap hak perlindungan dasar pekerja serta hak perlindungan berserikat yang dilakukan oleh pihak siapapun harus menjadi prioritas yang harus ditangani secepat-cepatnya oleh DPR RI dan Pemerintah RI