Ritual tahunan yang dialami industri hasil tembakau (IHT) adalah kenaikan tarif cukai rokok. Tidak ada sistem atau road map terkait kenaikan tarif cukai. Secara mengejutkan pada tahun 2019, tahun politik, tarif cukai tidak naik. Akan tetapi tahun 2020 kenaikannya 2 (dua) kali lipat.
Sedangkan, kondisi yang hampir sama dirumorkan akan terjadi pada kenaikan tarif sigaret kretek tangan (SKT) yang pada tahun 2021 tidak naik. Disebutkan bahwa kenaikan tarif SKT akan 2 (dua) kali lipat pada tahun 2022. Hal ini sejalan dengan rencana kenaikan penerimaan cukai dalam RUU APBN tahun 2022 sebanyak Rp. 203,9 triliun atau naik 11,9% dari target penerimaan cukai tahun 2021 sebesar Rp. 179,6 triliun.
Serikat Pekerja RTMM menolak Kenaikan Cukai Rokok 2022
SP RTMM – FSP RTMM-SPSI, sebagai organisasi serikat pekerja di sektor rokok, tembakau, makanan, dan minuman. Bukan tanpa alasan melawan dan menolak rencana kenaikan cukai setiap tahun. Organisasi ini memiliki struktur organisasi mulai dari Pimpinan Pusat (PP) FSP RTMM-SPSI di JakartaJakarta. Pimpinan Daerah (PD) FSP RTMM-SPSI di 15 Provinsi. Pimpinan Cabang (PC) FSP RTMM-SPSI di 66 Kabupaten/Kota dan Pimpinan Unit Kerja (PUK) SP RTMM di 545 Perusahaan.
Total jumlah Anggota (Pekerja) adalah 244.021 orang yang terdiri dari dari 148.693 orang Pekerja di Industri Rokok, 94.123 orang bekerja di industri makanan dan minuman, dan 1.205 orang bekerja di sektor pendukung industri rokok dan makanan serta minuman.
Selama kurun waktu 10 tahun ada 60.889 karyawan atau pekerja rokok, anggota SP RTMM – FSP RTMM-SPSI terpaksa kehilangan pekerjaan. Jumlah industri rokok yang terus berkurang dari 4.700 perusahaan tahun 2012 menjadi sekitar 700 di tahun 2019. Dan yang aktif pesan pita cukai sekitar 360 perusahaan akibat berbagai regulasi terhadap IHT menjadi momok sekaligus ancaman kelangsungan kerja anngota kami, yang sekarang masih menggantungkan nasibnya pada industri ini.
Peraturan Undang – Undang
Sebenarnya, peraturan perundangan-undangan mengamanatkan bahwa proses pembentukan kebijakan harus melibatkan para pemangku kepentingan agar hasilnya adil, efektif. Regulasi yang dihasilkan tidak hanya berpihak pada satu kepentingan tertentu. SP RTMM – FSP RTMM-SPSI sebagai salah satu komponen dalam IHT setiap tahun menyuarakan agar diikutsertakan dalam pembuatan kebijakan IHT.
Akan tetapi sejauh ini yang terjadi seperti pepatah: “Anjing menggonggong kafilah berlalu”. Dalam 5 (lima) tahun terakhir dalam pembuatan kebijakan kenaikan tarif cukai menyebutkan aspek: kesehatan, penerimaan negara, tenaga kerja, dan pemberantasan rokok illegal.
Akan tetapi yang paling menonjol adalah aspek penerimaan negara dan kesehatan. Target penerimaan negara dalam setiap APBN dinaikan terus menerus walau produksi rokok menurun.
IHT seolah-oleh merupakan BUMN swasta yang dapat ditarget penerimaannya oleh negara, padahal tidak sepeserpun suntikan dana dan insentif dari pemerintah. Kondisi yang amat kontras dibandingkan perusahaan-perusahaan BUMN yang mendapat suntikan ribuan triliun tapi hanya memberikan profit bagi negara Rp. 260-an triliun. Benar bila dikatakan IHT hanya merupakan sapi perahan.
FSP RTMM-SPSI Tidak Anti Regulasi
Sebagai perwakilan pekerja rokok, kami melihat bahwa IHT adalah industri mandiri yang tidak banyak terpengaruh oleh ganjang-ganjing perekonomian dunia. Industri ini menggunakan hampir 95% bahan baku dalam negeri, sehingga tahan banting dan menyerap banyak tenaga kerja serta memberikan dampak perkenomian bagi lingkungan masyarakat sekitarnya. Tapi mengapa pemerintah tidak pernah memperhatikan aspek ini? SP RTMM – FSP RTMM-SPSI tidak anti regulasi tapi haruslah berlaku adil dan memperhatikan para pekerja rokok dan keluarganya yang adalah warga negara Indonesia yang memiliki hak untuk bekerja dan memperoleh penghasilan yang layak bagi kemanusiaan.
Apapun dalil yang digunakan dalam penetapan kenaikan cukai dampak yang diterima pekerja rokok adalah ancaman kehilangan pekerja, penurunan penghasilan, dan tentu kesejahteraan. Setiap upaya efisiensi yang dilakukan perusahaan, pekerja rokok selalu menjadi target utama karena biayanya naik setiap tahun.
Kondisi pendemi Covid-19 menambah beban bagi perusahaan dan pekerjapun terkena imbasnya karena penerapan PPKM dan protokol Kesehatan yang ketat di tempat kerja. Selain pendapatannya menurun sebagian bahkan dirumahkan.
Oleh karena itu, terhadap rencana kenaikan cukai tahun 2022, kami, SP RTMM – FSP RTMM-SPSI, mewakili pekerja rokok, anggota kami dengan tegas menolak dan memohon dengan hormat kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan kebijakan ini agar memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Pekerja rokok adalah rakyat kecil dengan tingkat pendidikan rendah dan kesempatan kerja terbatas. Sudah selayaknya nasib mereka diperhatikan demi pembangunan bangsa yang berkeadilan.
Siaran Pers:
Serikat Pekerja Industri Hasil Tembakau Menolak Wacana Revisi PP 109/2012