Jakarta – Regulasi Rokok. FSP RTMM-SPSI dengan tegas menolak pemerintah membuat aturan turunan PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. Aturan turunan kebijakan tersebut diencanakan akan berbentuk Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP-RTMM), Sudarto AS, mengingatkan bahwa ancaman badai PHK akan menerpa Anggota RTMM yang bekerja di sektor Industri Hasil Tembakau (IHT). Sebagai informasi sektor IHT selama ini menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia yang mencapai lebih dari 6 juta tenaga kerja. Dengan target penyelesaian regulasi tersebut di akhir September ini, membuat tekanan yang lebih masif kepada pekerja. .https://www.serikatpekerjartmm.com/buletin-kesehatan-pekerja-rtmm/
IHT menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar
Industri Hasil Tembakau ini adalah industri padat karya menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Pemerintah seharusnya melindungi ekosistem ini dengan kebijakan yang adil bagi semua pihak. Ada jutaan pekerja yang terlibat di berbagai level dalam IHT, mulai dari petani tembakau, buruh pabrik, hingga pedagang kecil. Hati-hati, Regulasi Rokok ini potensi PHK bagi pekerja akan memperburuk kondisi ekonomi pekerja yang sudah sangat tertekan,” ujar Sudarto AS. Dalam keterangannya, di acara Forum Diskusi Advokasi Industri. Acara yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI ini dilaksanakan di hotel Onih, kota Bogor. Berlangsung selama 3 hari dimulai dari tanggal 23 sampai dengan 25 September 2024. Secara spesifik kegiatan tersebut membedah “Antisipasi Regulasi Industri yang Dapat Menghambat Kelangsungan dan Pertumbuhan Industri Sebagai Sawah Ladang Sumber Mata Pencaharian Pekerja.
Kemnaker “Pekerja Sektor IHT Harus Dilindungi”
Dalam forum ini Perwakilan dari Direktorat Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Kemnaker Nikodemus, menanggapi bahwa jangan sampai pekerja jadi korban karena aturan yang tidak seimbang. Kami berharap jangan ada aturan yang tidak berpihak pada pekerja. Ketika ada aturan yang menekan, dan tidak mengatur secara ideal, maka salah satu pihak akan jadi korban. Maka, agar tidak ada korban, kita harus duduk bareng, Kemenkes bersama Kemenkeu, dan lintas kementerian lainnya agar pekerja dapat diberi perlindungan sehingga mereka tidak kehilangan pekerjaan,” ujar Nikodemus. Nikodemus juga menekankan bahwa para pekerja harus diberi perlindungan, agar jangan sampai pekerja kehilangan martabat nya. “Kami di Kemenaker akan terus hadir dan mem-back up, mempertahankan tenaga kerja. Kami ingin pekerja tidak menjadi korban aturan yang tidak seimbang” tambahnya.
Keresahan juga disampaikan oleh Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, menekankan bahwa selama ini industri hasil tembakau diatur oleh aturan fiskal dan non fiskal yang akhir-akhir ini sangat menghimpit. “IHT ini adalah industri padat karya dan padat regulasi, ada 480 peraturan tingkat daerah hingga pusat yang mengelilingi kami. Bisa dibayangkan bahwa industri ini sangat tertekan. Nah, sekarang pemerintah melahirkan peraturan yang terus melarang. Mulai dari UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, PP No 28 Tahun 2024, dan sekarang Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK). Aturan ini akan menimbulkan masalah baru, pekerjanya mau dikemanakan?” tegas Henry. serikatpekerjartmm. https://koran-jakarta.com/kemnaker-soroti-dampak-negatif-regulasi-terhadap-tenaga-kerja?page=2