Halo Sobat RTMM! THR nya udah cair belum???…
Menjelang Lebaran Hari Raya Idul Fitri, Pekerja akan mendapatkan Tunjangan Hari Raya Lebaran atau yang biasa kenal dengan istilah THR. THR itu apa sih?.Tunjangan Hari Raya atau THR adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan pemberi kerja kepada Pekerja atau keluarga menjelang hari raya keagamaan di Indonesia. THR biasanya diberikan kepada pekerja seperti pegawai negeri sipil atau PNS, pekerja swasta dan lainnya, yang diterima menjelang Idul Fitri.
Umumnya, THR, biasanya dibayarkan dalam bentuk uang yang disesuaikan dengan Agama yang dianut pekerja. Ada juga di beberapa daerah di tanah air, THR diberikan berupa uang dan barang-barang kebutuhan Hari Raya, seperti sarung, mukena, paket sembako, parcel makanan kecil dan minuman, dll.
Kebijakan pemberian THR ini ternyata hanya ada di Indonesia lho. Di negara-negara lain, menjelang hari raya tidak ada tunjangan khusus sejenis THR ini. Namun, ada tunjangan lain yang diberikan perusahaan kepada pekerja menjelang musim liburan tiba, yaitu holiday allowance. Dikutip dari okezone.com, di beberapa negara juga memberikan tunjangan tertentu jelang hari raya keagamaan khususnya Hari Raya Idul Fitri.
Di Malaysia contohnya. Negeri Jiran memberikan tunjangan jelang Hari Raya Idul Fitri dan Natal dalam bentuk bonus tahunan. Bonus ini biasa disebut dengan istilah Bonus Raya. Di Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Qatar, mereka juga hanya memberikan bonus saja, bukan THR. Arab Saudi biasanya akan memberikan bonus dua kali setiap akhir tahun hijriah dan juga akhir Ramadhan. Sedangkan Qatar hanya pada akhir tahun hijriah. Di Brunei Darussalam, pekerja juga mendapat bonus di akhir tahun hijriah. Bonus yang disebut sebagai Wang Ehsan ini diberikan pada akhir tahun hijriah guna bisa membantu mempersiapkan Hari Raya Idul Fitri.
Dasar Hukum THR Lebaran
Bagi yang sudah bekerja setahun penuh atau lebih, besaran THR adalah dibayarkan senilai satu kali Gaji. Sementara untuk mereka yang bekerja kurang dari setahun, pembayaran THR adalah disesuaikan dengan perhitungan secara proporsional. Menurut Peraturan Menaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, THR wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Pemerintah juga telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor M/2/HK,04/111/2024 Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 Bagi Pekerja/Buruh Di Perusahaan.
Walaupun THR adalah hal lumrah bagi Sobat RTMM, namun apa Sobat RTMM tahu asal usul dan sejarah THR? . Selain itu, mungkin Sobat RTMM juga penasaran siapa orang pertama yang memperkenalkan konsep THR? Mengingat kondisi saat ini kita harus banyak-banyak terimaksih nih sama beliau!
Sejarah dan orang pertama kali yang memperkenalkan THR Lebaran
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, sebelum bersifat wajib seperti sekarang, pada awalnya THR Lebaran adalah pemberian sukarela bagi pekerja. Adapun orang yang pertama kali memperkenalkan konsep THR adalah Soekiman Wirjosandjojo, Perdana Menteri Indonesia ke-6. Soekiman berasal dari Partai Masyumi.
Pada saat itu, kebijakan THR adalah bagian dari beberapa program kesejahteraan bagi pamong praja (sekarang PNS). Tujuannya, agar pamong praja mendukung kebijakan dan program-program pemerintah. Pada awalnya, THR PNS ini berbentuk persekot atau pinjaman di muka, di mana nantinya harus dikembalikan lewat pemotongan gaji. THR diberikan pemerintah kepada PNS sebesar Rp 125 hingga Rp 200 dan dicairkan setiap akhir bulan Ramadhan atau menjelang Hari Raya Idul Fitri. Selain uang THR, PNS kala itu itu juga diberikan paket berupa sembako, kebiasaan ini juga yang memberikan inspirasi sampai saat ini Perusahaan memberikan parcel lebaran ya Sobat.
Ditentang Oleh Buruh Swasta
Aturan mengenai pemberian THR PNS pada saat itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1954 tentang Pemberian Persekot Hari Raja kepada Pegawai Negeri. Sesuai aturan Pemerintah saat itu, masalahnya THR hanya berlaku untuk PNS, bukan pekerja swasta. Kebijakan tersebut rupanya ditentang keras oleh kaum buruh, terutama organisasi buruh yang terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Para penentang berargumen, THR yang hanya diberikan kepada pamong praja sebagai tindakan tidak adil. Padahal, mereka juga sama-sama bekerja, baik di perusahaan swasta maupun perusahaan negara. Buruh minta semua pekerja dapat THR. Organisasi buruh terbesar di masa itu, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) berada di front terdepan dalam perjuangan buruh. Pada 13 Februari 1952, para buruh melakukan protes dengan mogok kerja dan menuntut pemerintah memberikan uang THR bagi para buruh.
Pada saat itu awalnya pemerintah masih mengabaikan suara buruh. Akan tetapi, SOBSI terus berjuang meminta buruh mendapat THR sebesar satu bulan gaji. Kemudian, kabinet Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri kedelapan Indonesia, mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1954 tentang Pemberian Persekot Hari Raja kepada Pegawai Negeri. Sementara itu, buruh gencar menuntut pemerintah. Untuk mengakomodir buruh, pemerintah lewat Menteri Perburuhan S.M Abidin kemudian menerbitkan Surat Edaran Nomor 3667 Tahun 1954.
Besaran THR untuk pekerja swasta adalah sebesar seperduabelas dari gaji yang diterima dalam rentang waktu satu tahun. Jumlah paling kecil atau sekurang-kurangnya adalah Rp 50 dan paling besar Rp 300. Namun masalahnya surat edaran tersebut hanya bersifat imbauan sehingga banyak perusahaan yang tidak membayarkan THR karena menganggapnya sebagai tunjangan pegawai yang diberikan sukarela. Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 1 Tahun 1961 atau saat Menteri Perburuhan dijabat oleh Ahem Erningpraja.
Aturan THR resmi pada 1994
Aturan mengenai besaran dan skema THR secara lugas baru diterbitkan pemerintah pada tahun 1994 yakni lewat Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja swasta di perusahaan. Melalui peraturan ini, Pemerintah mewajibkan semua perusahaan untuk memberi THR kepada pekerja yang telah bekerja minimal tiga bulan kerja. Kebijakan itulah yang kemudian menjadi cikal-bakal kebijakan THR hingga saat ini. Tahun 2016 pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan, merevisi peraturan mengenai THR. Perubahan ini tertuang dalam peraturan menteri ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016.
Dalam peraturan ini menyebutkan bahwa pekerja yang memiliki masa kerja minimal satu bulan sudah berhak mendapatkan THR. Tak hanya itu, kewajiban pengusaha untuk memberi THR tidak hanya diperuntukkan karyawan tetap, tetapi juga untuk pegawai kontrak.
Lebih lanjut, besaran THR yang diterima pekerja akan ditentukan berdasarkan masa kerja yang telah mereka lalui di sebuah perusahaan atau institusi. Bagi yang sudah memiliki masa kerja minimal 12 bulan atau lebih secara berturut-turut maka akan memperoleh THR sebesar upah atau gaji satu bulan yang terakhir diterima. Sementara itu, mereka yang memiliki masa kerja di bawah itu akan menerima THR yang besarannya bersifat proporsional.
Jika terlambat menunaikan kewajiban tersebut kepada para pekerjanya, perusahaan akan dikenai sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Permenaker Nomor 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif dan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Nah, Sobat RTMM itulah penjelasan tentang sejarah dan asal usul adanya THR di Indonesia. Gimana sudah kepikiran untuk dipakai belanja apa tahun ini??
- Setelah Digeruduk FSP RTMM-SPSI, Kemenkes Janji Libatkan FSP RTMM-SPSI Dalam Penyusunan RPMK
- H-3 UNRAS FSP RTMM-SPSI 10 OKTOBER 2024
- Hanya dalam waktu 9 Tahun 70.000 Anggota FSP RTMM-SPSI Kehilangan Mata Pencaharian
- Menjelang Pelaksanaan UNRAS 10 Oktober 2024, Mengapa FSP RTMM-SPSI Mempermasalahkan PP 28/24?
- 3000 Anggota FSP RTMM-SPSI Siap Unjuk Rasa KEMENKES, “BATALKAN REGULASI ROKOK TEMBAKAU MAKANAN MINUMAN YANG UGAL-UGALAN”