Jakarta, 27 Juni 2024. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Jakarta Pusat. Federasi Serikat Pekerja RTMM menggelar aksi unjuk rasa dengan tajuk “Aksi Nyata RTMM Tolak TAPERA”. Dalam aksi unjuk rasa ini RTMM menuntut hal – hal sebagai berikut; Cabut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 Tentang TAPERA. Cabut Omnibuslaw Cipta Kerja dan Kesehatan dan juga tolak kenaikan pajak dan kenaikan harga BBM, gas, dan listrik.
Aksi Unjuk Rasa diikuti oleh ribuan anggota FSP RTMM-SPSI dari Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Provinsi Jawa Barat dan juga Provinsi Banten. Selain FSP RTMM-SPSI ribuan lainnya dari aliansi aksi sejuta buruh.
Dalam aksi Unjuk Rasa ini FSP RTMM-SPSI secara tegas menyampaikan kritikan terhadap regulasi Tabungan Perumahan Rakyat. Bagi PP FSP RTMM-SPSI sebagai pimpinan tertinggi SP RTMM – FSP RTMM-SPSI tingkat nasional, regulasi TAPERA ini merupakan antithesis atas tugas pokok sebagai Serikat Pekerja, yakni melindungi, membela, dan memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja (anggota) serta meningkatkan kesejahteraan pekerja (anggota) dan keluarganya.https://www.tiktok.com/@serikatpekerjartmm/video/7375055294461758725?_t=8mnpqXXY6AZ&_r=1
TAPERA program yang tidak adil bagi Pekerja
Memaksakan TAPERA merupakan perbuatan yang sewenang-wenang dan berpotensi melanggar hak asasi manusia. Pemerintah harusnya bertanggung jawab secara penuh dalam menjalankan amanah UUD terkait pemenuhan kebutuhan papan yang layak bagi warganya. Pemerintah dianggap lepas tangan dalam upaya membantu pemenuhan terhadap penyediaan rumah bagi pekerja/buruh, karena peran pemerintah hanya sebatas bertindak sebagai pengumpul iuran, tidak mengalokasikan dana anggaran negara.
Regulasi TAPERA ini sudah pasti akan sangat menambah beban biaya hidup pekerja/buruh, dengan kenaikan upah yang cenderung rendah akibat dampak kenaikan upah minimum dalam Undang-undang Cipta Kerja, dimana sama-sama diketahui fakta di lapangan bahwa upah minimum bukan sebagai jarring pengaman upah paling rendah, tetapi menjadi upah standar maksimal, kalaupun ada nilai lebih sangat kecil. Akuntabilitas dan trust publik terhadap jaminan sosial/bantuan sosial sangat rendah, ada potensi korupsi yang membayangi TAPERA ini. Belajar dari ketika sebelumnya UU tersebut diwajibkan hanya pada kalangan PNS/ASN dengan nama skema Taperum PNS, nyatanya program ini tak menyelesaikan masalah akses perumahan bagi pegawai negara. Saat akhirnya Taperum bertransisi menjadi Tapera, sejumlah persoalan pun belum rampung dibenahi.
Tabungan Pemeras Rakyat?
Iuran TAPERA adalah tabungan yang memaksa. Karena pemerintah menyebut bahwa dana Tapera adalah tabungan, maka seharusnya bersifat sukarela, bukan memaksa. Dan karena Tapera adalah tabungan sosial, tidak boleh ada subsidi penggunaan dana antar peserta, seperti halnya tabungan sosial di program Jaminan Hari Tua (JHT) pada BPJS Ketenagakerjaan. Adanya ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana TAPERA itu sendiri. Untuk PNS, TNI, dan Polri, keberlanjutan dana TAPERA mungkin berjangka panjang karena tidak ada PHK. Tetapi untuk pekerja/buruh swasta dan masyarakat umum, terutama pekerja/buruh kontrak dan outsourcing, potensi terjadinya PHK sangat tinggi.
Mempertimbangkan segala permasalahan yang akan muncul dengan adanya TAPERA. FSP RTMM-SPSI meminta kepada Pemerintah untuk segera mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Penyelenggaran Tabungan Perumahan Rakyat sekaligus Omnibuslaw Cipta Kerja & Kesehatan, serta kenaikan pajak dan kenaikan harga BBM, gas, dan listrik, karena jelas-jelas secara data dan fakta telah membebani biaya hidup pekerja/buruh serta secara langsung dan tidak langsung juga telah mendegradasi nilai-nilai normatif dan kesejahteraan kaum pekerja/buruh.https://www.serikatpekerjartmm.com/tentang-pp-fsp-rtmm-spsi/
.