Penyampaian Aspirasi “Permohonan Perlindungan Pekerja Rokok’’ Ke DITJEN BINWASNAKER & K3 KEMNAKER RI
Jakarta,19 November 2021. Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI), memenuhi undangan dari Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia Jl. Gatot Subroto Kuningan Setiabudi, Jakarta Selatan. Tim PP FSP RTMM-SPSI diterima langsung oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu Ibu Dra. Haiyani Rumondang, M.A (Dirjen Binwasnaker & K3). Tim PP FSP RTMM-SPSI yang diwakili oleh bpk. Sudarto AS (Ketum), bpk. Hartono, S.H, M.H (Kabid Hukum), bpk. Harjono, S.E (Kabid Litbang IT), bpk. Hendry Wardana (Sekbid Hukum), dan bpk. Arif Rahman (Sekbid Litbang IT) pertama-tama menyampaikan tentang struktur organisasi FSP RTMM-SPSI mulai dari Pimpinan Pusat (PP) FSP RTMM-SPSI di Jakarta, Pimpinan Daerah (PD) FSP RTMM-SPSI di 15 provinsi, Pimpinan Cabang (PC) FSP RTMM-SPSI di 61 Kabupaten/Kota, dan Pimpinan Unit Kerja (PUK) SP RTMM di 495 perusahaan. Total jumlah anggota (pekerja) saat ini 243.324 orang yang terdiri dari 153.144 orang pekerja di industri rokok, 89.418 orang pekerja di industri makanan minuman, dan 762 Orang pekerja di Industri pendukung/lainnya.
Selanjutnya Bapak Sudarto AS menyampaikan maksud dan tujuan kunjungan Tim PP FSP RTMM-SPSI, yaitu terkait rencana kenaikan cukai tahun 2022 sesuai dengan target penerimaan cukai dalam RUU APBN Tahun 2022 sebesar Rp. 203,92 triliun atau naik 11,9% dari target APBN 2021 sebesar Rp. 179,6 triliun serta dampak pandemi Covid-19 dan penerapan PPKM yang berkepanjangan bagi pekerja. “Kami mohon dengan sebesar-besarnya kepada ibu untuk berkenan memperhatikan dan membantu memperjuangkan pekerja/ buruh rokok secara umum, dan lebih khusus Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang padat karya, mayoritas kaum wanita dengan pendidikan terbatas”. Selain itu bpk. Sudarto AS juga memberikan pernyataan terkait regulasi Rokok yang ada di Indonesia: “Kami tidak anti regulasi, namun besar harapan kami buruh rokok di Indonesia perlu mendapatkan perlindungan khusus dari pemerintah, guna mendapatkan keadilan atas hak untuk bekerja dan berpenghasilan sebagaimana dijamin oleh Undang-undang Dasar 1945”

Problematika Buruh Linting
Paparan secara singkat tentang problematika para pekerja, anggota SP RTMM di sektor IHT juga diutarakan saat itu. Bahwa Industri Hasil tembakau (pabrik rokok), adalah industri yang berdiri sudah cukup lama di Indonesia, yang merupakan sawah ladang/mata pencaharian sebagian rakyat Indonesia yang pada umumnya berlokasi di daerah-daerah. IHT adalah industri yang sah/legal yang telah memberikan lapangan kerja dan penghasilan bagi mayarakat sekitar, membantu pertumbuhan ekonomi daerah sampai ke pusat serta memberikan kontribusi pendapatan yang signifikan bagi APBN. Selayaknya IHT diperlakukan secara adil sebagaimana industri lainnya agar dapat bertahan dan tumbuh guna mendukung kesejahteraan pekerja dan keluarganya serta masyarakat sekitarnya yang sesungguhnya merupakan tanggung jawab pemerintah (daerah maupun pusat).
Tidak dapat dipungkiri, produk rokok dapat berdampak pada kesehatan sehingga perlu dikendalikan produksi, peredaran, sampai kepada komsumsinya sesuai ketentuan yang berlaku kami dapat memahami selama dalam pengambilan kebijakannya melibatkan seluruh pihak terkait dan mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh dampaknya yang seadil adilnya. Sejauh ini, menurut PP FSP RTMM-SPSI, perlakuan terhadap produk rokok dan IHT tidak adil, terindikasi lebih dominan kepentingan para pihak, kelompok anti rokok dan peningkatan pendapatan negara. IHT, khususnya para pekerja/buruh rokok terus menjadi korban regulasi dan kebijakan Pemerintah terutama terkait ketidakpastian penghasilan dan kelangsungan kerjanya.
Fakta buruh rokok menjadi korban penurunan penghasilan sampai kepada pemutusan hubungan kerja (PHK), sudah terjadi sejak sekitar sepuluh tahun yang lalu dengan jumlah yang sangat besar. Khusus anggota kami (buruh rokok) dalam sepuluh tahun telah mengalami PHK sebanyak 60.889 orang. Jumlah tersebut belum termasuk buruh rokok yang tidak berserikat dan/atau berserikat atau berafiliasi dengan serikat pekerja/serikat buruh lain diluar RTMM. Besar harapan kami Kemenaker seharusnya melakukan pendataan atas jumlah keseluruhan buruh rokok yang telah mengalami PHK, agar dapat dijadikan pertimbangan pemerintah dalam pengambilan kebijakan terhadap industri ini.
Setiap tahun cukai rokok naik dengan alasan pengendalian, terutama menurunkan prevalensi perokok pemula dan penerimaan negara dari cukai. Tapi kenaikan ini berbanding terbalik dengan nasib pekerja. Sejauh ini tidak ada upaya preventif atau mitigasi terhadap dampak negatif regulasi IHT bagi pekerja rokok. Dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini seperti sulitnya lapangan kerja, daya beli turun, biaya hidup bertambah karena protokol kesehatan, kenaikan harga kebutuhan pokok dan masih banyak lainnya, masih layakkah produk rokok terus dinaikan cukainya? Mau dikemanakan nasib pekerja rokok yang rata-rata pendidikan dan tentunya keahliannya juga terbatas.
“Mayoritas anggota kami yang adalah buruh rokok, khususnya buruh SKT yang padat karya, dengan rata-rata pendidikan terbatas memohon perlindungan dan keadilan atas kepastian penghasilan serta kelangsungan kerjanya” . Untuk diketahui buruh rokok SKT penghasilannya adalah satuan hasil, sehingga memang sangat rentan terimbas terhadap kebijakan IHT, khususnya kenaikan cukai tahunan. Bahwa tahun 2021 buruh SKT diberikan nafas lega untuk tidak naik cukainya dan tentunya memberi ruang cukup untuk bertahan dan tumbuh. Mengingat selama sepuluh tahun SKT produksi dan pasarnya turun drastis/tajam dan telah memberi dampak trauma turunnya penghasilan sampai kepada PHK dalam jumlah yang sangat besar, sudah selayaknya tetap mendapat ruang kebijakan yang khusus ditahun 2022, terlebih di masa pandemi yang belum pasti kapan berakhirnya.

Usulan PP FSP RTMM-SPSI kepada KEMNAKER
Selain itu, PP FSP RTMM-SPSI mengharapkan Pemerintah melalui program KEMNAKER untuk dapat segera memprioritaskan melakukan upgrade skill pekerja SKT melalui berbagai upaya training dan sertifikasi kompetensi lain, mengingat pekerja SKT rata-rata tingkat pendidikannya tergolong rendah, sehingga sangat sulit bersaing di dunia kerja jika suatu saat terkena PHK akibat adanya efisiensi dampak dari terbitnya sebuah regulasi kenaikan cukai oleh pemerintah.
Dalam kesempatan tersebut PP FSP RTMM-SPSI juga menyampaikan beberapa hal terkait masalah ketenagakerjaan, diantaranya tentang lemahnya pengawasan Dinas-dinas Ketenagakerjaan dibawah naungan KEMNAKER RI terhadap implementasi regulasi ketenagakerjaan yang ada, termasuk masih banyak yang belum mengimplementasikan:
- Penerapan program K3 di perusahaan-perusahaan secara maksimal. Oleh karena itu, PP FSP RTMM-SPSI mendorong Pemerintah melalui KEMNAKER agar dilaksanakan kerjasama dengan Perusahaan dan SP/SB di seluruh Indonesia terkait Program K3 yang terpadu, tersistem, dan termonitoring dengan baik dan maksimal.
- Adanya upaya degradasi nilai-nilai PKB yang sudah disepakati dan masih berlaku oleh beberapa Perusahaan sejak diundang-undangkannya UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, khususnya kluster ketenagakerjaan, dimana-mana sama-sama diketahui bahwa UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja tersebut saat ini sedang proses uji materi di Mahkamah Konstitusi, namun disayangkan banyak perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan tersebut, dengan cara mendegradasi nilai-nilai PKB yang saat ini masih berlaku, contohnya penerapan PP No. 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan, sebagai regulasi turunan dari UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, disampaikan bahwa penerapan PP No. 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan tersebut oleh beberapa Perusahaan adalah pelanggaran kesepakatan, karena Perjanjian Kerja Bersama (PKB) saat ini masih berlaku.
- Terkait upah minimum yang menjadi polemik di banyak wilayah, tentunya perlu disikapi oleh KEMNAKER dengan bijak, bahwa upah minimum untuk pekerja lajang dan masa kerja < 12 bulan adalah benar adanya, akan tetapi praktek di lapangan upah minimum bukan hanya sebagai jaring pengaman saja, namun patut disayangkan upah minimum juga diterapkan untuk semua jenis dan golongan pekerjaan, kalaupun ada selisih, selisihnya tidak seberapa dan tidak proporsional sesuai struktur skala pengupahan, yaitu tidak adanya penerapan pertimbangan dari sisi/dimensi:
- golongan pekerjaan;
- jabatan;
- masa kerja;
- pendidikan & kompetensi kerja;
- kinerja/performance kerja, baik nilai tim maupun personal;
- dan pertimbangan-pertimbangan lain yang memungkinkan
Struktur Skala Upah Menjadi Jawaban Tantangan Pengupahan
Terkait hal diatas, PP FSP RTMM-SPSI mendorong agar Pemerintah hadir melalui KEMNAKER RI, diwakili oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Ditjen Binwasnaker & K3) agar mendorong semua pihak (pengusaha dan SP/SB) agar dilakukan pembahasan dan perundingan pengupahan dengan maksimal secara bipartit dan menggunakan struktur skala pengupahan, serta Pemerintah harus hadir membuat regulasi-regulasi penguat agar peundingan bipartit pengupahan berjalan dengan baik dan maksimal di seluruh Indonesia, serta memberikan sanksi bagi oknum yang melanggar regulasi dan memanfaatkan untuk kepentingan pribadi/golongan.

Menanggapi pemaparan dari PP FSP RTMM-SPSI, Ibu Dra. Haiyani Rumondang, M.A (Ditjen Binwasnaker & K3 KEMNAKER RI), memberikan tanggapan yang positif, “Untuk diketahui bahwa permasalahan ini menjadi hal serius yang diperhatikan oleh Ibu Menteri Ida” Pihak Kementerian pastinya selalu mengupayakan perlindungan maksimal terhadap tenaga kerja di Indonesia,tak terkecuali buruh linting” jelasnya, dalam waktu dekat pihaknya akan berkoordinasi dengan Menteri Ketenagakerjaan untuk mempersiapkan berkas dari sudut pandang Ketenagakerjaan saat rapat terbatas Menteri membahas kenaikan Cukai 2022. Kementerian Tenaga Kerja menjadi harapan terakhir bagi perjuangan nasib buruh linting agar tetap dapat melanjukan rencana kehidupannya dengan pasti (tetap berpenghasilan yang layak, dan tetap terjamin kelangsungan pekerjaannya). Semoga cukai rokok tidak naik ditahun 2022, khususnya cukai rokok SKT, serta segera berkoordinasi dengan segenap struktur organisasi di KEMNAKER RI agar meningkatkan fungsi dan perannya dalam hal pembinaan dan pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 di seluruh wilayah Indonesia.