Jakarta 5 Oktober 2024. UNRAS 10 Oktober. FSP RTMM-SPSI merupakan organisasi serikat pekerja yang memiliki lebih dari 220.000 anggota yang tersebar di 15 Provinsi. 143.127 diantaranya merupakan pekerja yang berkarya di sektor Industri Hasil Tembakau. Dengan banyaknya anggota yang terdampak, sudah sewajarnya FSP RTMM-SPSI menjadi salah satu organisasi yang paling gencar melakukan kritik dan memberikan saran kepada Pemerintah agar dapat membuat regulasi yang dapat melindungi eksistensi dan kesejahteraan pekerja sektor IHT. https://www.instagram.com/reel/DAsAmAhS_Eq/?igsh=MWJocHMybDB3emhhaA==
Latar Belakang Pemerintah
Dalam PP 28/24 Kesehatan, pemerintah mengatur sejumlah larangan dalam penjualan rokok. Kini penjualan rokok eceran dilarang. Pemerintah kini memperketat aturan penjualan rokok. Langkah ini dilakukan atas lima alasan. Pertama, menurunkan prevalensi perokok dan mencegah perokok pemula. Kedua, untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat dampak merokok. Ketiga, meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok dan manfaat hidup tanpa rokok. Keempat, melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya konsumsi rokok atau paparan zat aditif. Kelima, mendorong dan menggerakkan masyarakat untuk aktif terlibat dalam upaya pengendalian produk tembakau dan rokok elektronik.
Niat dari Pemerintah adalah baik dan perlu mendapat dukungan. Namun demikian dalam pembuatan peraturan tersebut pemerintah dinilai tidak menerapkan nilai-nilai partisipasi publik dalam penyusunan regulasi ini. Partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang diatur dalam Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal tersebut menyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut yang selalu disuarakan oleh FSP RTMM-SPSI saat Pemerintah menggodok regulasi yang akan berdampak pada kualitas penghidupan masyarakat Indonesia, dalam hal ini pekerja sektor IHT. Hal inilah yang akan menjadi pesan utama dalam kegiatan UNRAS 10 Oktober 2024 yang akan datang.
Regulasi Harus Berimbang
Semua regulasi yang diterbitkan seharusnya menjadi aturan yang adil, berimbang, independen, dan konprehensif. Hal ini diniatkan untuk membangun daya saing dan keberlangsungan ekosistem dunia usaha, dalam hal ini Industri Hasil Tembakau (IHT). FSP RTMM-SPSI – SP RTMM menganalisa bahwa kecenderungan dari tujuan regulasi industri tersebut semata-mata lebih dominan hanya ke masalah Kesehatan saja. Regulasi ini kurang memperhatikan aspek pekerjaan dan berbenghasilan bagi pekerja, terlebih saat ini lapangan kerja sulit, PHK terjadi dimana-mana. Demikian pula keberpihakan pemerintah terhadap pekerja sebagai warga negara. Hak kesamaan/kesetaraan dalam hukum (keadilan) sebagai pihak yang terdampak tidak didengar dan dilibatkan dalam proses, bahkan tidak ada program transisi dalam menyelamatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Beberapa kritisan terhadap aspirasi pencabutan pasal-pasal dalam PP 28/2024 tentang Kesehatan dan penolakan PERMENKES sebagai aturan turunannya karena akan mengancam kelangsungan usaha industri sebagai sawah ladang dan
mengancam kelangsungan kerja para pekerja/buruh yang ada di dalamnya.
Sektor IHT Penyelamat Negara
Di tengah berbagai pandangan dan tekanan akibat eksternalitas negatif, Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan sub-sektor industri yang masih berperan penting dalam perekonomian dan mempunyai keterkaitan yang kuat baik dari hulu maupun ke hilir, karena sektor ini menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja dari sektor pertanian tembakau dan cengkeh, produsen dan perdagangan serta jasa pendukung
lainnya. IHT memberikan kontribusi signifikan pada penerimaan negara melalui Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang mencapai hampir 10% dari penerimaan perpajakan negara. Pada tahun 2022 dan tahun 2023, penerimaan cukai masing-masing Rp. 218,6 triliun dan Rp. 213,5 triliun. Jumlah ini bahkan jauh lebih besar dibandingkan dengan kontribusi dari penerimaan deviden BUMN senilai Rp.40 tiliun dan Rp.80 triliun pada kurun waktu yang sama. Selain itu IHT juga menyumbang devisa negara sejumlah US$ 1 milliar melalui ekspor. Hal ironis karena belum ada solusi terhadap implementasi PP 28 tahun 2024, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan lanjut kejar target untuk menyusun aturan turunannya melalui Rancangan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik (RPMK).
Janagn Sampai Regulasi Kontraproduktif
Diharapkan kebijakan tersebut tidak menjadi kontraproduktif terhadap penerimaan negara dan ketenagakerjaan. Tantangan yang dihadapi IHT sangat besar, baik yang berasal dari kebijakan pemerintah maupun akibat belum pulihnya ekonomi nasional, termasuk maraknya rokok ilegal. Kebijakan terkait pertembakauan perlu arif bijaksana, seimbang dan proporsional, agar dampak positif dapat diperoleh dan dampak negatif dapat dikendalikan secara optimal serta dipertimbangkan secara komprehensif. Kebijakan yang terlalu ketat terhadap IHT, akan dapat mematikan IHT dan ekosistemnya, sementara perokok tidak akan berhenti merokok, tetapi mencari jalan lain mengkonsumsi rokok ilegal dan/atau rokok impor.
Apabila hal ini terjadi, akan menambah dampak negatif lainnya sehingga menimbulkan peningkatan pengangguran yang dapat memicu masalah sosial politik, mengganggu stabilitas dan keamanan. Sementara eksternalitas negatif yang hendak dikendalikan tidak tercapai. Pemerintah perlu mencari formula keseimbangan sedemikian rupa sehingga masih efektif dalam pengendalian produk tembakau, namun masih memberikan ruang gerak bagi industri untuk mempertahankan tenaga kerja langsung maupun sepanjang rantai pasok dan industri pendukungnya, dan juga memberikan kontribusi pada penerimaan negara termasuk perolehan devisa dan berkurangnya rokok ilegal.https://www.serikatpekerjartmm.com/event/aksi-unjuk-rasa-cabut-pasal-pasal-pp28-24-dan-tolak-permenkes-turunannya-yang-mengancam-kelangsungan-usaha-pekerja-didalamnya-rokok-mamin/
Rencana aksi UNRAS 10 Oktober 2024 yang akan datang bukan merupakan gerakan antipati terhadap usaha kesehatan masyarakat Indonesia. Melainkan suatu gerakan demi kepentingan hak Konstitusi untuk dilindungi oleh negara dalam usaha mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia, termasuk pekerja sektor IHT di dalamnya.
Comments 1