Jakarta. Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI kembali melanjutkan usaha maksimal dalam menjalankan amanah organisasi terkait tuntutan pembatalan kewajiban Tapera melalui Judicial Review Tapera. Bersama dengan 10 Orgaisasi Serikat lainnya FSP RTMM-SPSI mengajukan judicial review. Adapun 10 organisasi lainnya tersebut antara lain: Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional; Federasi Serikat Pekerja Kimia dan Pertambangan – Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia. Federasi Serikat Pekerja Pariwisata dan Ekonomi Kreatif – Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia; Federasi Serikat Pekerja-Pekerja Listrik Tanah Air (Pelita) Mandiri Kalimantan Barat. Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan; Gabungan Serikat Buruh Indonesia; Konfederasi Buruh Merdeka Indonesia; Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia; Serikat Buruh Sejahtera Independen ’92; dan Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia.https://www.serikatpekerjartmm.com/kewajiban-iur-tapera-ketidakadilan/
Kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang memotong 3% penghasilan pekerja untuk penyediaan perumahan kembali digugat, kali ini oleh 11 (sebelas) Serikat Buruh yang total anggotanya mencapai ratusan ribu. Mereka diwakili oleh Prof. Denny Indrayana, S.H.,LL.M., Ph.D., Wakil Menteri Hukum dan HAM RI periode 2011 – 2014. Melalui firma hukumnya, INTEGRITY Law Firm. Para Pemohon dalam gugatan ini menilai keberlakuan UU Tapera yang menaikkan level ‘tabungan’ menjadi sebuah kewajiban adalah pelanggaran hak asasi manusia para buruh dan bertentangan dengan konstitusi. Terlebih, pemerintah telah menunjukkan kinerja yang tidak professional dalam hal pengelolaan dana publik serupa, seperti kasus Jiwasraya, Taspen, dan Asabri. Ketiga kasus tersebut adalah mega korupsi yang membuat pensiunan PNS dan prajurit kehilangan asuransi dan tabungan masa tua, akumulasi kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 41 Triliyun.
Pengalaman gagal dalam program sejenis sebelumnya!
“Pengalaman sebelumnya, program-program tabungan atau iuran semacam ini terbukti gagal, hanya menjadi ladang korupsi elit-elit penguasa, dan sangat menindas rakyat. Sangat tidak rasional jika pemerintah ingin menambah program serupa. Kewajiban Tapera bukan tabungan, melainkan perampokan. Oleh karenanya MK harus batalkan,” ujar Jumhur Hidayat, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia.
Sejalan dengan keresahan yang dirasakan para buruh, UU Tapera yang menjadikan tabungan bersifat wajib dan mengikat bagi seluruh pekerja di Indonesia memiliki persoalan konstitusionalitas yang serius. UUD 1945 memberikan batasan mengenai potongan wajib yang dapat dibebankan ke masyarakat oleh pemerintah, yakni pajak dan pungutan. Tabungan adalah pilihan opsional bagi pekerja yang tidak termasuk dalam pajak ataupun pungutan lain. Oleh karenanya, UU Tapera yang menjadikan tabungan seakan-akan menjadi pajak atau pungutan wajib merupakan hal yang inkonstitusional.
“Selain tidak sesuai dengan konsep pajak dan pungutan dalam Pasal 23A UUD 1945, UU Tapera ini juga bertentangan dengan jaminan perlindungan hukum serta menghambat masyarakat untuk menikmati kesejahteraan lahir batin yang juga dijamin dalam konstitusi. Terlebih, Naskah Akademik RUU Tapera sama sekali tidak meniatkan tabungan ini menjadi wajib dan mengikat, tapi tiba-tiba muncul dalam UU nya. Ini semakin menunjukkan UU Tapera mengandung masalah konstitusi yang serius,” jelas Denny Indrayana, Senior Partner INTEGRITY Law Firm.
Berkaca dari negara lain, seperti Jerman, Perancis, Singapura, dan Malaysia, seluruhnya memberikan akses penyediaan hunian yang baik namun tidak melalui program mewajibkan tabungan yang mengikat. Sementara, hanya China yang memberlakukan konsep tabungan wajib. Namun, program tersebut juga relatif tidak berhasil di China mengingat kebutuhan hunian di China masih sangat memprihatinkan. Melihat situasi hari ini, setidaknya seorang pekerja dengan penghasilan rendah mendapatkan potongan sebesar 8,7% dari gaji bulanan yang ia dapatkan. Potongan-potongan tersebut diantaranya untuk BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan Pajak Penghasilan. Jika ditambah dengan potongan “wajib” Tapera sebesar 3% dari gaji bulanan yang didapatkan, maka potongan pendapatan masyarakat menjadi sebesar 11,7%. Tentu bukan jumlah yang sedikit, terkhusus bagi para pemohon yang merupakan Buruh.
Berkas Judicial Review Telah Diterima MK
Hartono, S.H, M.H (Kabid Hukum PP FSP RTMM-SPSI) telah memberikan konfirmasi bahwa berka Judicial Review Tapera dengan nomor dokumen tanda terima No.132-1/PPU/PAN.MK/AP3 telah diterima oleh MK pada hari Rabu, 18 September 2024. Berkas judicial review ini pokok perkaranya adalah; Pengujian Materiil Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Judicial review atau hak uji materi merupakan proses pengujian peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang dilakukan oleh lembaga peradilan. Dalam praktik, judicial review undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara itu, pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA).
Mengenai judicial review ke MK, pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: Perorangan warga negara Indonesia; Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; Badan hukum publik atau privat; atau Lembaga negara. Melalui usaha Litigasi ini diharapkan hasil yang adil bagi kepentingan pekerja Indonesia dapat diraih.https://www.instagram.com/p/C8t-pQny-ZZ/?igsh=MXgwamJhYW1nOWRjeQ==