Perwakilan PP FSP RTMM-SPSI, terdiri dari Harjono, S.E (Kabid Litbang & IT), Ujang Romli, S.T(Kabid Pendididkan dan Pelatihan) Arif Rahman (Sekbid Litbang & IT), dan Tubagus Didi Aswadi (LMKI), pada Selasa, 7 September 2021 melakukan audiensi untuk menyampaikan terkait penolakan terhadap kenaikan cukai tahun 2022 dan rencana revisi PP No. 109, 2012 serta menyerahkan data pendukung hasil analisa PP FSP RTMM-SPSI atas dampak kebijakan IHT pada pekerja rokok ke Komisi IX DPR RI. Tim PP diterima oleh salah satu anggota Komisi IX: Bpk. E. Melkiades Laka Lena (Fraksi Golkar dari Dapil NTT). Kegiatan ini merupakan tindaklanjut salah satu keputusan rapat terbatas PP FSP RTMM-SPSI pada tanggal 21 Agustus 2021 (Zoom Virtual Meeting) dengan topik utama advokasi IHT. Bapak Melki berjanji akan mempelajari masukan yang diterima dan membantu perjuangan dari FSP RTMM-SPSI. Ini juga merupakan salah satu ikhtiar membangun jaringan dengan berbagai pihak bagi upaya pembelaan, perlindungan, dan perjuangan bagi peningkatan kesejahteraan pekerja rokok dan keluarganya, khususnya sektor rokok tembakau di tengah kondisi pandemi sekarang ini.
Pemerintah Harus Bijak
Menghadapi kondisi sosial ekonomi yang serba sulit karena pandemi Covid-19, Pemerintah diharapkan tidak membuat kebijakan yang menambah kesengsaraan rakyat. Perlu dilakukan check and recheck agar kebijakan yang dibuat tidak memberikan dampak negatif pada salah satu pihak. Khusus untuk 2 (dua) kebijakan terkait IHT sebagaimana disebutkan di atas, PP FSP RTMM-SPSI memberikan perhatian khusus karena dampak negatifnya bagi pekerja rokok, khususnya pekerja sigaret kretek tangan (SKT), yaitu penurunan penghasilan dan ancaman kehilangan pekerjaan.
PP FSP RTMM-SPSI tidak anti regulasi. Organisasi juga sangat perduli terhadap faktor kesehatan. Akan tetapi Pemerintah hendaknya juga memperhatikan nasib pekerja rokok dengan pendidikan terbatas dan yang telah menggantungkan hidupnya dari IHT selama puluhan tahun. Pekerja rokok adalah bagian masyarakat Indonesia yang mempunyai hak untuk bekerja dan hidup layak di negeri sendiri dan hak-hak tersebut dijamin oleh UUD 1945.
Pandemi Covid-19 dengan berbagai regulasi yang dibuat telah memberikan dampak buruk bagi industri, khususnya industri pada karya seperti industri rokok (IHT). Pemberlakuan kerja shift, penurunan penghasilan hingga dirumahkan terpaksa dialami pekerja rokok sejauh ini. SP RTMM – FSP RTMM-SPSI sebagai serikat pekerja yang bertanggung jawab langsung terhadap nasib para pekerja rokok amat prihatin dengan kondisi. Agar tidak bertambah buruk, kami dengan tegas menolak kebijakan tentang kenaikan cukai dan rencana revisi PP No. 109, 2012 seraya berharap dengan sangat agar Pemerintah lebih bijak menghadapi sektor industri ini.
Sinyalemen kenaikan cukai terungkap melalui Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun 2022 yang disampaikan pada 16 Agustus 2021 lalu. Pemerintah menaikkan target penerimaan cukai tahun 2022 menjadi Rp 203,92 triliun atau naik sebesar 11,9% dari target tahun 2021 sebesar Rp 179,6 triliun. Bila dikomparasikan target penerimaan cukai tahun 2021 sebesar Rp 179,6 triliun dari target tahun 2020 sebesar Rp 164,3 triliun dengan kenaikan cukai rata-rata 12,5% maka angka kenaikan cukai akan lebih besar dari 12,5%. Yang paling mengkhawatirkan adalah rumor yang menyebutkan cukai SKT akan naik 2 (dua) kali lipat karena pada tahun 2021 tidak naik. Sungguh mengerikan.
Anggota RTMM: 96% Adalah Pekerja SKT
Bagaimanapun, PP FSP RTMM-SPSI tetap mengapresiasi Pemerintah karena telah memberikan “nafas” untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) dengan tidak menaikan tarif cukainya pada tahun 2021. Sebagai pihak yang mewakili anggota sektor rokok tembakau yang 96% adalah pekerja SKT, kami sangat berharap agar cukai SKT tidak dinaikan. Namun rumor yang begitu kencang tentang kenaikan cukai 2 kali lipat tentu menjadi preseden buruk. Selama tahun 2021 produk SKT tetap bertahan walau diterpa pandemi Covid-19 karena harganya tidak naik dan dijadikan sebagai substitusi bagi perokok SKM yang harganya begitu tinggi setelah kenaikan tahun 2020 dan tahun 2021 ini. Kenaikan cukai yang tinggi produk SKT akan membuat sektor padat karya ini akan mengalami penurunan karena pasar akan beralih pada produk sigaret kretek mesin (SKM), khususnya yang “mild”. Kenaikan yang tinggi pada produk SKT akan membuat margin harga dengan SKM mengecil dan akibatnya produk ini tidak berkembang.
Padahal selain menampung banyak tenaga kerja, produk SKT memiliki kandungan lokal sangat tinggi. Hampir 90% bahan baku berupa tembakau dan cengkeh berasal dari negara kita sendiri. Perubahan ekonomi global hampir tidak mempengaruhi produk industri rokok ini. Tapi mengapa tidak diberikan peluang untuk tumbuh dan menjadi produk khas dan andalan Indonesia? SP RTMM – FSP RTMM-SPSI amat berkepentingan dengan sektor ini bukan terutama sebagai industri lokal yang mandiri dan bisa mendunia tapi lebih karena sebanyak 153.144 orang pekerja (anggota) bekerja di industri rokok dari total anggota kami sebanyak 243.324 orang pekerja dan sisanya sebanyak 90.180 orang pekerja bekerja di industri makanan minuman serta industri pendukung lainnya. Dalam rentang waktu 10 tahun 60.000-an anggota kami telah kehilangan pekerjaan. Apabila kenaikan cukai terus dilakukan maka dapat dipastikan terjadi penurunan pendapatan dan terancamnya kepastian bekerja anggota kami. Belum lagi aturan di masa pandemi dan penerapan protokol kesehatan yang ketat ditempat kerja maupun di lingkungan tempat tinggal memberikan tekanan tambahan terhadap pada anggota kami.
Oleh karena itu mewakili anggota kami pekerja rokok, dengan tegas kami menolak setiap kebijakan kenaikan cukai, sebaliknya kami berharap sektor ini lebih diperhatikan.
RTMM Minta Pemerintah Melindungi Tenaga Kerja.
Kami menyadari bahwa produk hasil tembakau, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perlu diatur peredaran dan konsumsinya. Namun sebagai industri nasional yang legal, mandiri, juga, telah memeberikan sumbangan pendapatan negara yang signifikan dan menjadi tempat pekerja menggantungkan hidup selama puluhan tahun, kami sangat berharap sektor IHT diberikan peluang untuk bertahan dan tumbuh. Bukan sebaliknya memberikan tekanan yang ujung-ujungnya berdampak merugikan pekerja dan petani tembakau.
Sangat besar harapan kami Bapak Presiden Joko Widodo maupun DPR RI memperhatikan nasib anggota kami para pekerja rokok. Bahwa berbagai kebijakan selama ini telah membuat kami merasa sebagai anak tiri di negara sendiri. Padahal industri ini merupakan sawah ladang anggota kami dan telah dan selalu menyumbang triliunan rupiah kepada negara.Kami berharap aspirasi kami ini diterima oleh Bapak Presiden dan mendapatkan perhatian serta uluran tangan dari semua pihak demi kepastian hidup para anggota kami dan keluarganya dan selanjutnya dapat mendukung peningkatan pendapatan negara dan kemandirian ekonomi nasional.
Tim Litbang dan IT – LMKI PP FSP RTMM-SPSI
9 September 2021