Kudus, 10 November 2021. Salah satu agenda utama SP/SB di Indonesia pada triwulan akhir setiap tahun adalah pengupahan. Eksistensi SP/SB yang bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan pekerja serta memperjuangkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya tentu menempatkan upah atau gaji sebagai isu sentral.
Pemberlakuan Undang-undang (UU) No. 11, 2020 tentang Cipta Kerja, khususnya Kluster Ketenagakerjaan dan turunannya dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 36, 2021 tentang Pengupahan telah mengubah secara signifikan sistem pengupahan yang mulai berlaku pada tahun 2022. Apalagi dalam Pasal 85 (PP No. 36, 2021) menyatakan bahwa pada saat PP No. 36, 2021 ini berlaku maka PP No. 78, 2015 tentang Pengupahan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Tulisan ini bertujuan agar pengurus SP/SB, khususnya Pengurus FSP RTMM-SPSI yang terlibat dalam LKS Tripartit di daerah masing-masing tahu apa saja perubahan ketentuan pengupahan dalam PP No. 36, 2021 yang menggantikan PP No. 78, 2015. Selanjutnya dapat menentukan langkah-langkah antisipatif sesuai dengan kondisi daerah masing-masing dengan tetap memberi prioritas pada terciptanya iklim kerja yang kondusif dan hubungan industrial yang harmonis.
Perubahan Aturan Pengupahan Menurut UU No. 11, 2020 dan PP No. 36, 2021
- Penetapan upah berdasarkan satuan waktu: jam, harian, dan bulanan (PP No. 78, 2015 tidak ada upah per jam). Upah per jam diperuntukkan bagi pekerja paruh waktu. Perhitungan upah per jam terendah menggunakan formula:
Penjelasan:
- UM = Upah Minimum
- Angka 126 merupakan angka pembagi yang diperoleh dari hasil perkalian 52 minggu dikalikan 29 jam dibagi 12 bulan.
- 29 jam merupakan median jam kerja tertinggi di Indonesia berdasarkan data Sakernas.
- Penetapan upah secara per jam tidak menghilangkan kewajiban untuk membayar iuran jaminan sosial yang menjadi tanggung jawab pengusaha yang dihitung secara proporsional.
2. Penetapan upah berdasarkan satuan hasil : sesuai dengan hasil pekerjaan yang disepakati. Sedangkan upah rata-rata per bulan adalah rata-rata 12 bulan terakhir yang diterima pekerja/buruh (PP No. 78, 2015 : rata-rata 3 bulan terakhir).
3. Upah Minimum (UM):
a. Ditetapkan berdasarkan wilayah; jadi hanya terdapat UM Provinsi dan UM Kabupaten/Kota; upah sektoral (yang diatur dalam PP No. 78, 2015) dihilangkan;
b. UM Kabupaten/Kota dapat ditetapkan dengan syarat tertentu, yakni rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota tersebut selama 3 tahun terakhir lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi (PE) provinsi atau nilai PE dikurangi inflasi Kabupaten/Kota selama 3 tahun terakhir selalu positif dan lebih tinggi dari Provinsi.
c. UM ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan yang meliputi: paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah. Datanya diperoleh dari lembaga yang berwenang di Bidang Statistik.
d. Indikator kondisi ekonomi yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi atau inflasi di daerah yang nilainya lebih tinggi (PP No. 78, 2015: pertumbuhan ekonomi + inflasi tingkat nasional).
e. UM tahun berjalan (2021) adalah baseline untuk penetapan atau penyesuaian UM tahun berikutnya.
f. Penyesuaian nilai upah minimum dilakukan setiap tahun pada rentang nilai tertentu di antara Batas Atas dan Batas Bawah.
4. Pertimbangan dasar UM dan alur perhitungannya
- Nilai UM di suatu wilayah seharusnya ditetapkan sesuai dengan kondisi kesejahteraan wilayah tersebut. Kondisi kesejahteraan suatu wilayah dapat diukur dengan tingkat konsumsi masyarakat. Rumah tangga pekerja bisa dikatakan “hidup layak” jika rata-rata konsumsi per kapita anggota rumah tangganya sama atau lebih tinggi dari rata-rata konsumsi penduduk tempat pekerja tersebut tinggal. Oleh karena itu, komponen perhitungan UM untuk menentukan nilai Batas Atas dan Batas Bawah mencakup:
- rata-rata konsumsi per kapita;
- rata-rata jumlah anggota keluarga; dan
- rata-rata jumlah anggota keluarga yang bekerja.
- Perhitungan nilai Batas Atas dan Batas Bawah menggunakan formula:
Penjelasan:
- Batas Atas UM(t) = Acuan batas tertinggi bagi upah minimum yang akan ditetapkan.
- Rata2 Konsumsi perkapita(t) = Rata-rata konsumsi perkapita perbulan yang dihitung dari survei sosial ekonomi nasional bulan Maret setiap Tahunnya.
- Rata2 Banyaknya ART(t) = Rata-rata banyaknya Anggota Rumah Tangga yang dihitung dari survei sosial ekonomi nasional bulan Maret setiap Tahunnya.
- Rata2 Banyaknya ART Bekerja(t) = Rata-rata banyaknya orang yang berkerja per-rumah tangga dihitung dari survei sosial ekonomi nasional bulan Maret setiap Tahunnya.
Batas Bawah UM(t) = Batas Atas UM(t) × 50%
Penjelasan:
Batas Atas UM(t) = Acuan batas tertinggi bagi upah minimum yang akan ditetapkan.
Batas Bawah UM(t) = Acuan batas terendah bagi upah minimum yang akan ditetapkan.
3. Langkah selanjutnya adalah menghitung penetapan dan/atau penyesuaian UM. Penetapan dilaksanakan oleh Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota yang selama ini belum menetapkan UM. Karena hampir semua daerah SP RTMM – FSP RTMM-SPSI berada sudah ada UMP dan/atau UMK maka yang diuraikan adalah yang terkait penyesuaian UM. Penyesuaian dapat dilakukan apabila nilai UM tahun berjalan masih di bawah nilai Batas Atas. Formula penyesuaian:
4. Dalam hal Upah Minimum tahun berjalan lebih tinggi dari Batas Atas Upah Minimum, maka Gubernur wajib menetapkan Upah Minimum tahun berikutnya sama dengan nilai Upah Minimum tahun berjalan (UM(t+1) = UM(t))
Walaupun Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (“PP 78/2015”) telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan (“PP 36/2021”).[3] Sementara itu, Pasal 42 78/2015 pada intinya mengatur tentang ketentuan upah minimum yang hanya berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 tahun, dan untuk pekerja yang masa kerjanya 1 tahun atau lebih upahnya dirundingkan secara bipartit antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Saat ini, hal serupa juga diatur Pasal 24 PP 36/2021 yang berbunyi:
- Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) berlaku bagi Pekerja/Buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun pada Perusahaan yang bersangkutan.
- Upah bagi Pekerja/Buruh dengan masa kerja 1 tahun atau lebih berpedoman pada struktur dan skala Upah.
Dari ketentuan di atas, terdapat perbedaan pengaturan upah bagi pekerja dengan masa kerja 1 tahun atau lebih di PP 78/2015 yang mengatur bahwa upah dirundingkan secara bipartite, sedangkan PP 36/2021 yang berpedoman pada struktur dan skala upah. Sedangkan yang dimaksud dengan pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.[4] Dari sini, kami berpendapat ketentuan upah pekerja/buruh dengan masa kerja 1 tahun atau lebih berlaku untuk semua pekerja baik PKWT maupun PKWTT yang berpedoman pada struktur dan skala upah. Mengingat bahwa PKWT berdasarkan jangka waktu dapat dibuat untuk paling lama 5 tahun,[5] dan PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan tertentu dapat diperpanjang sampai batas waktu tertentu hingga selesainya pekerjaan,[6] maka dimungkinkan pekerja PKWT bekerja lebih dari 1 tahun pada perusahaan yang sama. Sehingga ketentuan Pasal 24 ayat (2) PP 36/2021 juga berlaku terhadap pekerja PKWT.
Dasar penyusunan struktur dan skala upah
Dalam Pasal 92 UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, disebutkan bahwa pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi. Namun, dalam UU Cipta Kerja, Pasal 92 tersebut diubah menjadi:
1. Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.
2. Struktur dan skala upah digunakan sebagai pedoman pengusaha dalam menetapkan upah.
Ini berarti faktor utama yang memengaruhi struktur dan skala upah kini lebih sederhana, yaitu kemampuan perusahaan dan produktivitas. Lalu, upah seperti apa yang dimaksud dalam Omnibus Law tersebut?
Mari kita lihat aturan yang lebih rinci dalam PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan peraturan turunan dari UU Cipta Kerja. Jenis upah yang diatur dalam struktur dan skala upah. Dalam Pasal 20 diterangkan bahwa struktur dan skala upah digunakan sebagai pedoman penetapan upah berdasarkan satuan waktu. Ini artinya, upah berdasarkan satuan hasil tidak wajib berpedoman pada struktur dan skala upah. Dijelaskan juga dalam PP tersebut bahwa upah berdasarkan satuan waktu meliputi upah yang ditetapkan per jam, harian, dan bulanan. Apabila perusahaan menggunakan komponen upah tanpa tunjangan, maka struktur dan skala upah menjadi pedoman dalam penetapan besaran upah tanpa tunjangan. Sedangkan jika komponen upah terdiri atas komponen upah pokok dan tunjangan, maka struktur dan skala upah menjadi pedoman dalam penetapan besaran upah pokok. Dengan demikian, upah yang tercantum dalam struktur dan skala upah adalah upah pokok saja, tidak termasuk komponen lain seperti tunjangan tetap dan tidak tetap.
Kewajiban memberitahukan struktur dan skala upah
Pasal 21 menyebutkan bahwa struktur dan skala upah wajib diberitahukan kepada seluruh pekerja/buruh secara perorangan. Struktur dan skala upah yang diberitahukan sekurang-kurangnya mencakup golongan jabatan sesuai dengan jabatan pekerja/buruh yang bersangkutan.
Sebagai contoh, apabila karyawan yang baru direkrut akan menduduki jabatan Operator Filling, maka pengusaha wajib memberitahukan kisaran upah terendah dan tertinggi untuk posisi Operator Filling yang berlaku di perusahaan tersebut.
Kewajiban melaporkan struktur dan skala upah
Meski berlaku secara internal, struktur dan skala upah wajib dilaporkan kepada instansi ketenagakerjaan setempat. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 22, di mana pengusaha harus melampirkan struktur dan skala upah pada saat mengajukan:
a. Pengesahan dan pembaruan Peraturan Perusahaan, atau
b. Pendaftaran, perpanjangan, dan pembaruan Perjanjian Kerja Bersama
Lampiran struktur dan skala upah tersebut diperlihatkan kepada pejabat yang berwenang pada dinas atau kementerian ketenagakerjaan. Setelah itu pejabat dinas ketenagakerjaan mengembalikan dokumen struktur dan skala upah kepada pihak perusahaan pada saat itu juga. Selain memberitahukan struktur dan skala upah, pengusaha juga wajib melampirkan surat pernyataan telah ditetapkannya struktur dan skala upah di perusahaan, yang akan didokumentasikan oleh pejabat yang berwenang tersebut.
Tidak boleh melanggar ketentuan upah minimum
Mengapa struktur dan skala upah harus diketahui instansi ketenagakerjaan setempat? Selain dokumentasi, tujuan utama dari pelaporan struktur dan skala upah adalah sebagai bentuk pengawasan pemerintah terhadap kebijakan pengupahan agar memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Tahapan Penyusunan
- Analisa Jabatan
Pengusaha wajib mengelola data jabatan, lalu diuraikan menjadi informasi jabatan
- Evaluasi Jabatan
Pengusaha perlu menilai, membandingkan, dan membuat tingkatan jabatan
- Penentuan Struktur dan Skala Upah
Setelah melakukan analisa dan evaluasi, pengusaha dapat menentukan struktur dan skala upah berdasarkan peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku. Perusahaan juga harus menentukan 2 (dua) hal sebelum membuat struktur dan skala upah, yaitu:
Perbedaan tingkat gaji antara suatu golongan jabatan dengan golongan jabatan lain
Rentang gaji terbesar dan terkecil untuk setiap golongan (skala upah)
Setidaknya, ini memastikan bahwa pengusaha tidak membayar upah pekerja di bawah upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Prinsipnya, peraturan perusahaan, termasuk upah di dalamnya, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Cara Membuat Struktur dan Skala Upah
Setelah melewati tahapan dan menentukan hal-hal di atas, Anda dapat menyusunnya adalah dengan cara-cara berikut ini:
- Tentukan jumlah dan nilai golongan jabatan di perusahaan
Jumlah dan nilai golongan jabatan diurutkan dari yang terendah hingga tertinggi. Nilai tersebut umumnya didapatkan dari hasil evaluasi jabatan. Setelah mengetahui nilai tersebut, Anda dapat menggolongkannya menjadi beberapa tingkat dan rentang sesuai dengan strategi perusahaan dalam bentuk tabel.
- Menentukan nilai upah terendah dan tertinggi
Anda dapat menentukan langkah ini dari gaji golongan jabatan terendah dan tertinggi. Selain itu, terdapat 2 (dua) basis upah yang dapat dipilih berdasarkan kebijakan perusahaan, yaitu Gaji pokok, Gaji pokok + tunjangan tetap
- Menentukan rentang gaji
Rentang gaji nantinya akan berpengaruh pada upah tengah dan besaran gaji antar golongan jabatan. Anda dapat menentukan rentang gaji dengan 2 (dua) pilihan, yaitu:
- Persentase yang sama tiap golongan
Semakin tingginya persentase rentang untuk golongan jabatan yang lebih tinggi
Pilihan kedua umumnya lebih banyak digunakan karena dinilai memberikan ruang yang lebih luas untuk peningkatan gaji pada golongan jabatan tingkat atas tanpa perlu menambah golongan jabatan baru yang lebih tinggi.
- Tentukan upah tengah
Langkah ini untuk menentukan perhitungan upah tengah dari golongan jabatan lain di antara golongan jabatan terendah dan tertinggi. Ada 2 (dua) metode yang dapat digunakan untuk menghasilkan upah tengah, antara lain:
- Metode Trend
Pada metode ini upah tengah yang akan dihasilkan adalah upah yang naik secara proposional mulai dari golongan terendah ke golongan berikutnya yang lebih tinggi. Hal ini umumnya terjadi jika rentang golongan jabatan memiliki persentase yang sama. Misalnya, upah pada golongan 1 adalah Rp2.000.000, maka upah pada golongan 2 adalah Rp4.000.000, upah pada golongan 3 adalah Rp6.000.000, dan seterusnya.
- Metode Progressive
Pada metode ini akan dihasilkan upah tengah yang kenaikannya makin besar untuk golongan-golongan jabatan yang lebih tinggi. Hal tersebut disebabkan persentase rentang pada golongan-golongan jabatan yang lebih tinggi akan semakin besar. Misalnya, upah pada golongan 1 adalah Rp2.000.000, maka upah pada golongan 2 hanya mencapai Rp3.000.000. Sedangkan, upah pada golongan 8 berjumlah Rp14.000.000, upah pada golongan 9 bisa mencapai Rp16.000.000.
- Tentukan upah di setiap level
Setelah menemukan upah tengah setiap golongan, hitung upah terkecil dan terbesar untuk masing-masing golongan jabatan. Cara hitung yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Upah terkecil = (2 x upah tengah) : (rentang + 2). Upah terbesar = ( 2 x upah tengah) x (rentang + 1) : (rentang + 2)
Beberapa Poin Penting
- Walaupun UU No. 11, 2020 tentang Cipta Kerja masih di-judicial review di MK, ketentuan-ketentuan dan peraturan perundangan turunannya tetap diberlakukan, termasuk PP No. 36, 2021 tentang Pengupahan.
- Penetapan UM tahun 2022 telah menggunakan formula perhitungan PP 36, 2021 sebagaimana disampaikan di atas. Basis data untuk perhitungan tersebut adalah dari BPS daerah: Provinsi dan Kabupaten/Kota.
- Tolok ukur pengupahan di daerah adalah Upah Minimum Provinsi (UMP):
- Bila nilai pertumbuhan ekonomi (PE) atau inflasi kabupaten/kota selama 3 tahun terakhir tidak lebih tinggi dari nilai PE atau inflasi provinsi maka yang digunakan adalah UMP.
- Bila UM tahun berjalan lebih tinggi dari perhitungan formula PP No. 36, 2021 maka Gubernur menetapkan UM tahun berikutnya sama dengan UM tahun berjalan.
- UM adalah upah bulanan terendah bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 tahun. Bagi yang telah bekerja lebih dari 1 tahun, perusahaan wajib membuat struktur dan skala upah yang harus dilaporkan dan disahkan oleh Instansi Pemerintah terkait di Bidang Ketenagakerjaan.
- Peran SP/FSP dalam Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota sangat diharapkan pada saat perhitungan penyesuaian UM dengan target utama adalah nilai Batas Atas.
- Peran SP juga sangat diharapkan dalam penetapan upah di atas Batas Atas atau yang disebut Upah Layak di masing-masing perusahaan dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan dan produktivitas.
- Amanat penting PP No. 36, 2021 bagi SP adalah mengawal agar tidak terjadi penurunan upah/gaji yang telah diterima karena perhitungan PP No. 36, 2021 ini.
- Upaya bipartite di masing-masing perusahaan dengan SP/SB dalam membahas dan menentukan kenaikan upah berdasarkan struktur skala upah menyesuaikan tingkat kemampuan dan produktivitas masing-masing perusahaan akan lebih baik, prinsipnya tidak melanggar normative yang ada.
Demikianlah beberapa hal terkait kebijakan pengupahan menurut PP No. 36, 2021 (UU No. 11, 2020) untuk menjadi perhatian kita bersama. Masing-masing PD FSP RTMM-SPSI dapat melakukan koordinasi dengan PC FSP RTMM-SPSI dan PUK-PUK SP RTMM di daerahnya untuk mendalami hal ini. Data BPS untuk perhitungan UM tahun 2022 dikeluarkan pada 5 November 2021. UMP harus ditetapkan dan diumumkan paling lambat 21 November dan berlaku tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Sedangkan UMK harus ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dan diumumkan paling lambat 30 November tahun berjalan dan berlaku pada 1 Januari tahun berikutnya. Mudah-mudahan apa yang disampaikan berguna bagi upaya kita melindungi, membela, dan memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya, khususnya anggota RTMM. Aamiiin!
Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI
Andreas Hua (Waketum PP FSP RTMM-SPSI ,Anggota Depeprov Jawa Tengah)