Jakarta, 20 November 2024 – FSP RTMM-SPSI ikut serta dalam aksi Unjuk Rasa Damai Gabungan Organisasi Serikat Pekerja (SP/SB) yang dilaksanakan di depan Gedung Kementrian Ketenagakerjaan RI Jl. Jendral Gatot Subroto Kav. 51, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12750, Indonesia. Aksi ini menuntut Kementerian Ketenagakerjaan membuat kebijakan pengupahan dan ketenagakerjaan di Indonesia dengan lebih baik. Seperti yang kita ketahui bersama Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Cipta Kerja telah mempengaruhi penetapan upah minimum 2025. Pemerintah telah menunda pengumuman UMP dan UMK 2025 untuk memperbarui regulasi pengupahan berdasarkan masukan dari berbagai pihak. Menaker Yassierli menyatakan bahwa aturan baru akan menggantikan formula lama yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 51/2023. Pemerintah juga berkomitmen untuk mengembalikan upah sektoral. Hal ini diharapkan dapat memberikan perlindungan lebih bagi pekerja di sektor-sektor tertentu.https://www.serikatpekerjartmm.com/buletin-kesehatan-pekerja-rtmm/
Menaker Yassierli menerima perwakilan dari peserta unjuk berdialog membahas beberpa hal. Salah satu poin utama yang dibahas dalam audiensi tersebut adalah penetapan upah minimum 2025. Penetapan UMP 2025 tidak lagi menggunakan formulasi lama sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 51/2023 tentang Perubahan atas PP No 36/2021 tentang Pengupahan. Pemerintah berencana menghilangkan rumusan indeks alfa dan mengembalikan standar parameter Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Upah minimum hanya akan diberlakukan bagi pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun. Sementara itu pekerja dengan masa kerja lebih dari satu tahun harus mendapatkan upah yang layak dan berkeadilan.
Selain itu, pemerintah berkomitmen untuk menerapkan kembali Upah Minimum Sektoral. Pengupahan tahun 2025 akan menggunakan formulasi baru yang saat ini sedang dalam proses pembahasan bersama Tripartit Nasional. Finishing draft tersebut akan menunggu kepulangan Presiden Prabowo Subianto dari lawatannya ke luar negeri pada tanggal 25 November 2024, dengan target keputusan final pada tanggal 27 atau 28 November 2024.https://finance.detik.com/industri/d-7623429/dulu-gugat-australia-ri-kini-mau-terapkan-kemasan-rokok-tanpa-merek
Kepatuhan Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi
Dalam audiensi tersebut, Menteri Tenaga Kerja juga menegaskan bahwa Kemnaker RI akan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi RI terhadap beberapa pasal-pasal omnibuslaw ketenagakerjaan yang dinyatakan melanggar nilai-nilai UUD 1945. Untuk itu, Kemnaker akan segera membentuk badan pekerja yang melibatkan semua stakeholder terkait, termasuk SP/SB. Dalam proses ini, prinsip-prinsip meaningful participation akan dikedepankan, dan diharapkan SP/SB dapat mengirimkan draft konsep secara tertulis sebagai bagian dari partisipasi mereka.
Kemnaker sebagai Rumah Pekerja
Prof. Yassierli juga menyatakan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan RI bukan hanya tempat stempel atau formalitas, melainkan akan dihidupkan sebagai rumah para pekerja/buruh Indonesia. Oleh karena itu, semua usulan, masukan, dan aduan permasalahan dari SP/SB diminta untuk disampaikan secara tertulis. Diharapkan juga ada forum pertemuan rutin untuk jemput bola, sehingga masalah dapat diatasi sebelum menjadi lebih besar.
Pesan Khusus RTMM Terhadap Kementrian Ketenagakerjaan
Perwakilan FSP RTMM-SPSI, Harjono, S.E (Kabid Litbang IT PP FSP RTMM-SPSI) berkesempatan menyampaikan beberapa hal mendasar kepada Menaker Yassierli.
1. Penegakan Supremasi Hukum Ketenagakerjaan
Pemerintah perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap upaya penegakan supremasi hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Saat ini, ketidakseimbangan dalam penegakan hukum lebih banyak merugikan pekerja atau buruh, sekaligus menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat antara perusahaan yang patuh terhadap regulasi dan perusahaan yang tidak. Akibat lemahnya pengawasan dan tindakan tegas, sebagian besar perusahaan cenderung tidak tertib regulasi. Ujungnya, pekerja atau buruh menjadi pihak yang paling dirugikan dan paling mudah ditekan. Evaluasi ini harus mencakup peningkatan pengawasan, penindakan tegas terhadap pelanggaran, serta penerapan sanksi yang efektif untuk memastikan perlindungan terhadap hak-hak pekerja.
2. Kebebasan Berserikat dan Kemampuan Berunding
Penting untuk mewujudkan kebebasan berserikat dan kemampuan berunding bagi pekerja atau buruh serta serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB). Selain faktor internal, faktor eksternal juga sangat mempengaruhi rendahnya kualitas kebebasan berserikat dan berunding. Dalam upaya ini, advokasi terhadap nilai-nilai normatif (hak-hak pekerja) dan nilai-nilai kepentingan pekerja (kesejahteraan di atas standar normatif) perlu ditingkatkan. UUD 1945 dan UU No. 21 Tahun 2000 tentang SP/SB menjamin hak-hak tersebut, sehingga implementasi kebijakan yang mendukung kebebasan berserikat dan kemampuan berunding harus ditegakkan secara konsisten.
3. Sensitivitas dan Kebijakan Preventif Pemerintah
Pemerintah harus lebih peka dan preventif dalam menghadapi, serta berhati-hati dalam menerapkan kebijakan global. Isu-isu seperti kesehatan, lingkungan, dan geopolitik internasional dapat berdampak signifikan terhadap kelangsungan usaha di Indonesia. Kebijakan global yang kurang tepat dapat mengancam kelangsungan usaha sebagai sumber nafkah bagi pekerja atau buruh, dan pada gilirannya mengancam keberlangsungan kerja serta tingkat kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengantisipasi dampak kebijakan global dengan strategi yang mendukung stabilitas dan keberlanjutan usaha di dalam negeri, sambil tetap menjaga kepentingan nasional dan kesejahteraan pekerja.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan penegakan hukum ketenagakerjaan, kebebasan berserikat dan kemampuan berunding, serta respons terhadap kebijakan global dapat lebih efektif dalam melindungi hak dan kesejahteraan pekerja atau buruh di Indonesia.