Jakarta, 26 Februari 2025. Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI mengkritik keras Peraturan Menteri Keuangan No 10 Tahun 2025 yang baru saja diterbitkan dan disahkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Peraturan ini mengatur Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Tertentu yang Ditanggung Pemerintah dalam rangka stimulus ekonomi tahun anggaran 2025. Namun, FSP RTMM menyoroti ketidakadilan dalam peraturan tersebut. Karena tidak memasukkan pekerja sektor rokok, tembakau, makanan, dan minuman ke dalam daftar pekerja yang pajak penghasilannya ditanggung pemerintah. Menurut FSP RTMM, keputusan ini mengabaikan kontribusi besar pekerja di sektor tersebut terhadap perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. https://jdih.kemenkeu.go.id/dok/pmk-10-tahun-2025

PP FSP RTMM Surati Sri Mulyani
Kritisan PP FSP RTMM-SPSI telah disampaikan melali surat resmi organisasi dengan Nomor 1243/PP FSP RTMM-SPSI/II/ 2025. Adapun perihal yang disampaikan adalah ; Aspirasi Permohonan Pembebasan Pajak Penghasilan Pekerja Yang Ditanggung Pemerintah Dalam Rangka Stimulus Ekonomi Tahun Anggaran 2025. Bagi Anggota Kami (Pekerja sektor Rokok Tembakau Makanan Minuman). Surat tersebut langsung dikirimkan dan ditujukan kepada Ibu Sri Mulyani sebagai menteri keuangan Republik Indonesia.
FSP RTMM menyoroti regulasi terbaru dalam Peraturan Menteri Keuangan No 10 Tahun 2025, yang dianggap merugikan pekerja sektor rokok, tembakau, makanan, dan minuman. Pimpinan tertinggi FSP RTMM-SPSI mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kelangsungan kerja dan penghasilan 223.251 anggota yang bekerja di sektor RTMM. Industri tembakau, makanan, dan minuman telah menjadi tumpuan hidup para anggota. Sektor industri rokok, tembakau, makanan, dan minuman adalah sektor prioritas yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Baik dari segi penerimaan negara maupun penyerapan tenaga kerja padat karya di berbagai daerah di Indonesia.

FSP RTMM meminta Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk mengikutsertakan pekerja sektor tersebut dalam paket kebijakan insentif Pajak Penghasilan (PPh). Hal ini sesuai dengan tujuan menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi yang telah diatur dalam peraturan tersebut. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pekerja dengan penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 10.000.000 per bulan. Dimana akan berdampak positif terhadap kesejahteraan ratusan ribu pekerja dan pertumbuhan perekonomian nasional. FSP RTMM juga menyatakan kesiapannya untuk berdialog dengan Kementerian Keuangan guna membahas permohonan tersebut.
Latar Belakang Kritisan
Terdapat beberapa pasal yang dirasakan kurang adil bagi pekerja/buruh di Indonesia. Terutama bagi Pekerja di Sektor Industri Hasil Tembakau dan Industri Makanan Minuman. Memperhatikan BAB III mengenai Kriteria dan Persyaratan yang tertulis; Pasal 3 (1) Pemberi Kerja dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. melakukan kegiatan usaha pada bidang industri: 1. alas kaki; 2. tekstil dan pakaian jadi; 3. furnitur; atau 4. kulit dan barang dari kulit; dan b. memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (2) Kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kode klasifikasi lapangan usaha utama yang tercantum pada basis data yang terdapat dalam administrasi perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.

Dalam aturan baru ini, definisi industri padat karya yang memperoleh insentif pajak penghasilan tidak mencakup sektor makanan, minuman, dan tembakau. Hal ini bertentangan dengan regulasi sejenis sebelumnya. Seperti Peraturan Menteri Perindustrian No. 51 Tahun 2013 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2021, yang mengakui sektor Rokok Tembakau dan Makanan Minuman sebagai industri padat karya tertentu. Regulasi terbaru ini dinilai kurang adil oleh PP FSP RTMM-SPSI karena mengabaikan pentingnya sektor makanan, minuman, dan tembakau dalam perekonomian nasional. Perubahan tersebut dianggap tidak sejalan dengan upaya mempertahankan stabilitas ekonomi dan sosial, serta dapat berdampak negatif pada kesejahteraan pekerja karena diperlakukan tidak adil.
Peran penting Industri Sektor Rokok Temabakau Makanan Minuman
Dalam sepuluh tahun terakhir, sektor industri rokok, tembakau, makanan, dan minuman telah memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sektor ini tidak hanya memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara melalui pajak dan cukai, tetapi juga menjadi penyerap tenaga kerja yang signifikan. Terutama di daerah pedesaan dan semi-urban yang sebagian besar merupakan sektor padat karya. Industri ini juga mendukung berbagai sektor terkait, seperti pertanian, pengemasan, distribusi, dan pemasaran, menciptakan efek domino yang mendorong perekonomian lokal dan nasional. Selain itu, produk-produk dari sektor ini memiliki permintaan tinggi di pasar domestik maupun internasional. Sehingga menjadi sumber devisa yang penting bagi negara. Dengan demikian, sektor industri rokok, tembakau, makanan, dan minuman terus menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Baik dari aspek penerimaan negara, penyerapan tenaga kerja, maupun kontribusinya dalam menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Mengingat kontribusi besar sektor RTMM dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia selama sepuluh tahun terakhir. Sudah sewajarnya jika pekerja di sektor ini juga mendapatkan manfaat dari pembebasan pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 10 Tahun 2025. Pekerja di sektor ini tidak hanya memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara melalui pajak dan cukai, tetapi juga menjadi tulang punggung dalam penyerapan tenaga kerja dan penggerak perekonomian lokal.
Dengan pengakuan sebagai sektor industri padat karya tertentu dalam regulasi yang berlaku sebelumnya, adalah hal yang adil jika kebijakan pembebasan pajak juga mencakup para pekerja di sektor ini. Memberikan insentif pajak kepada pekerja di sektor rokok, tembakau, makanan, dan minuman akan mendukung tujuan pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi. Oleh karena itu, perlu adanya revisi dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 10 Tahun 2025 untuk memasukkan pekerja di sektor ini agar mereka juga dapat menikmati fasilitas fiskal yang ditanggung pemerintah, sehingga kesejahteraan mereka dapat terjaga dan industri ini terus memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional. https://www.serikatpekerjartmm.com/sudarto-as-refleksi-52-tahun-perjuangan-spsi-pilar-utama-dalam-meningkatkan-kesejahteraan-buruh/

Rekomendasi PP FSP RTMM-SPSI
PP FSP RMM-SPSI merekomendasikan pemerintah agar segera melakukan Revisi terhadap pasal 3 Permenkeu No. 10 tahun 2025 sehingga berbunyi sebagai berikut : BAB III KRITERIA DAN PERSYARATAN Pasal 3 (1) Pemberi Kerja dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. melakukan kegiatan usaha pada bidang industri padat karya tertentu: a. industri makanan, minuman dan tembakau; b. industri tekstil dan pakaian jadi; c. industri kulit dan barang kulit; d. industri alas kaki; e. industri mainan anak; dan f. industri furnitur b. memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana tercantum dalam lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. PP FSP RTMM juga berharap agar Menteri Keuangan Sri Mulyani dapat mempertimbangkan rekomendasi ini, dan siap untuk diajkak berdiskusi lebih lanjut dengan kementrian keuangan.