Perjalanan Serikat Buruh di Indonesia berawal pada sekitar tahun 1950 saat itu buruh menguasai perusahaan-perusahaan milik asing. Presiden pertama Indonesia Soekarno mengumumkan penataan kepemilikan lahan luas melalui perjanjian bagi hasil dan pembaharuan agrarian(buruh terbesar saat itu buruh pertanian perkebunan). Tentara pada saat itu segera merespon langkah–langkah progresif Soekarno dengan membentuk Badan-badan Kerjasama (BKS) antara militer dengan organisasi massa. Dari badan-badan kerjasama itu dibentuk kesatuan-kesatuan aksi. Kesatuan-kesatuan aksi tersebut dimobilisasi dalam wadah Front Pancasila untuk mengganyang PKI dan antek-anteknya hingga keakar-akarnya. Badan Kerjasama dengan buruh disebut dengan BKS Bumil (Buruh Militer), kesatuannya diberi nama Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI).
Pada tahun 1969 Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI) bertransformasi menjadi Majeleis Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI), sekitar 21 (dua puluh satu) Serikat Buruh membuat ikrar bersama membentuk Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI). Selanjutnya MPBI menggelar sidang pada bulan Nopember yang dibuka langsung oleh Presiden Soeharto di Istana Negara RI. Pada intinya Presiden meminta Serikat Buruh tidak berpolitik dan melakukan harmonisasi hubungan antara buruh dan pengusaha.
Pada tanggal 20 Februari 1973 dilakukan deklarasi Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI), dimana FBSI dijadikan wadah satu satunya untuk mengorganisir buruh swasta (adanya pembatasan penyekatan dan pengelompokan atas kepentingan pemerintah untuk dapat mengendalikan Serikat Buruh di Indonesia). Pada bulan Maret 1973 dibentuk Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dengan Ketua Bapak Agus Sudono dan Sekjen Bapak Soekarno dan Dewan Penasehat diketua Bapak Oetoyo Usman.
Dalam perjalanannya di tahun 1985 bulan Nopember pada Konggres ke II FBSI dirubah menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) dengan Ketua pertamanya adalah Bapak Imam Soedarwo, adapun yang sebelumnya 21 (dua puluh) Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP) ada di dalam FBSI dilebur menjadi 9 (sembilan) departemen di dalam kendali SPSI. Atas kondisi tersebut muncullah sekitar 12 (dua belas) SBLP mengkritisi SPSI (unitaris). Dukungan pun datang dari beberapa Serikat Buruh internasional, termasuk Serikat Buruh Amerika Serikat mendorong pemerintah Amerikat Serikat agar mencabut kuota dalam general system preferences (GSP) dari Indonesia.
Tahun 1990 bermunculan Serikat Buruh baru independen di Indonesia, akhirnya SPSI yang di dalamnya ada 9 (sembilan) departemen dirubah kembali lagi menjadi Sektor pada MUNAS ke-III, Sekber SBLP kembali bergabung dengan SPSI. Pada MUNAS ke-IV SPSI bulan November 1994 SPSI dirubah menjadi Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI), dengan beranggotakan Serikat Pekerja Lapangan Pekerjaan (SPLP), dan pada tahun 1995 SPLP dirubah kembali menjadi Serikat Pekerja Anggota (SPA). Mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan, khususnya tentang SP/SB (UU No. 21/2000 tentang SP/SB) FSPSI berubah menjadi Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), dan Serikat Pekerja Anggota (SPA) yang tergabung dengan KSPSI berubah menjadi Federasi Serikat Pekerja (FSP), salah satunya adalah FSP RTMM-SPSI. Adapun yang menjadi anggota Federasi adalah Serikat Pekerja, walaupun secara norma SP/SB bisa dibentuk diluar perusahaan (SP Transport), tetapi pada umumnya SP/SB dibentuk di tingkat perusahaan.
Sekilas FSP RTMM-SPSI yang awalnya memang bagian dari FBSI – SPSI – FSPSI – KSPSI, mengalami proses sebagai berikut
a. Melalui Surat Keputusan DPP SPSI yang ditanda tangani oleh Ketua Umum Imam Soedarwo dan Sekretaris Jenderal Bomer Pasaribu , selanjutnya Ketua dan Sekretaris bertugas untuk membentuk komposisi personalia SP RTMM-SPSI.
b. Pada dilaksanakan MUNAS I FSP RTMM-SPSI di Wisma Haji Cempaka Putih, Jakarta Pusat pada tanggal 4 Agsutus 1995. Secara demokratis anggota SP RTMM-SPSI memilih langsung Ketua & Sekretaris, sedangkan untuk norma organisasi MUNAS I SP RTMM-SPSI hanya dapat membuat Peraturan Dasar, karena masih mengikuti sepenuhnya dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SPSI.
c. Pada tahun 2000 dilaksanakan MUNAS II FSP RTMM-SPSI di Hotel Horison Bandung pada tanggal 21 Juli 2000. Pemilihan Ketua Umum semakin demokratis demikian pula saat pembentukan komposisi personalia lengkap PP SP RTMM-SPSI, tim formatur cukup ketat dalam rapat formatur untuk menetapkannya. Demikian pula terkait norma kelembagaan SP RTMM-SPSI telah menetapkan sendiri Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya.
d. Pada dilaksanakan MUNAS III FSP RTMM-SPSI di Hotel Gripta Kudus, Jawa Tengah. Suasana demokratis dalam LPJ, Pembahasan Program Umum, Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga menjadi bentuk sempurna Federasi, serta saat pemilihan Ketua Umum suasana cukup tegang dan keras namun tetap dapat diselesaikan dengan baik. Dalam perjalananan masa bakti periode 2005 – 2010, PP FSP RTMM-SPSI mengalami problem setidaknya 2 (dua) masalah besar yang mengakibatkan FSP RTMM-SPSI sangat terpuruk. Dengan pelan tapi pasti berkat kerja keras tim serta dukungan finansial dari Sekretaris Umum non-aktif PP FSP RTMM-SPSI mampu mengatasi problem yang terjadi dan bangkit mengembalikan keadaan, terutama yang menonjol adalah perubahan ke arah kemandirian dan penataan ulang dokumen administrasi yang tidak bisa diselamatkan akibat perselisihan KSPSI.
e. Pada dilaksanakan MUNAS IV FSP RTMM-SPSI di Hotel Grand Cempaka Jakarta Pusat. Semangat demokratis dalam tahapan-tahapan proses seluruh rangkaian musyawarah berjalan cukup baik. Berbagai kebijakan norma dan program organisasi terus dibangun dan ditingkatkan, disesuaikan dengan tantangan dan peluang yang ada serta memperhatikan kelebihan dan kekurangan di internal FSP RTMM-SPSI secara nasional, sistem tata kelola dasar dibangun dan kemandirian terus ditingkatkan, pelaksanaan forum rapat tahunan ditingkatkan pelaksanaannya.
f. Pada tahun 2015 dilaksanakan MUNAS V FSP RTMM-SPSI di Hotel Aston Denpasar bali. Persyaratan kepesertaan ditingkatkan dari aspek keseimbangan antara hak dan kewajiban anggota terutama dalam hal ketertiban pembayaran iuran, demikian pula jumlah kesepertaan meningkat paling tinggi dibanding acara- acara sebelumnya. Selain kuantitas, tentunya kualitas penyelenggaraan menjadi fokus utama dalam peningkatan performa FSP RTMM-SPSI yang terus dibangun dari waktu ke waktu. Peningkatan sistem tata kelola organisasi dan kemandirian menjadi prioritas. Forum nasional tahunan (RAPIM, RAKER) dilaksanakan sepenuhnya (kuantitas dan kualitas pelaksanaannya terus ditingkatkan, aspek social, apresiasi, serta teknologi).
Munas VI PP FSP RTMM-SPSI
Pada tahun 2020 waktu pelaksanaan MUNAS VI FSP RTMM-SPSI mengalami
penundaan yang ditempuh melalui mekanisme proses prosedur pengambilan
kebijakan organisasi sesuai dengan ketentuan norma organisasi dikarenakan adanya
pandemik Covid-19 di Indoensia dan dunia. Memperhatikan perkembangan situasi
pandemik serta kebutuhan internal organisasi dalam menjaga performa organisasi dalam
upaya meningkatkan ketertiban bersama, maka MUNAS VI FSP RTMM-SPSI dapat
diselenggarakan pada akhir tahun 2020 dengan penyesuaian-penyesuaian
pelaksanaan terkait PPKM, peningkatan persyaratan dengan menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban anggota, dilakukannya mapping khusus
secara teamwork dalam menganalisa data iuran untuk menentukan jumlah
kepesertaan sesuai dengan data yang benar, serta memadukan pengGunaan media
internet agar pelaksanaannya dapat dipantau bersama.