Friday, 13 December 2024

Sekilas Sejarah Tentang SP/SB

Serikat Pekerja/Serikat Buruh pertama kali lahir di Inggris tahun 1812, sebagai wadah perjuangan melawan eksploitasi kapitalis terhadap buruh. Bahwa kondisi buruh yang sangat terpuruk saat itu, tanpa kelahiran SP/SB, kaum buruh tidak memiliki kekuatan untuk mendapatkan keadilan sosial dan ekonomi. Keberadaan SP/SB sangat penting dalam memperjuangkan hak-hak buruh. Kesenjangan ekonomi antara pemilik modal dan kaum buruh terus melebar jauh. Ketika kelahiran SP/SB, muncullah gerakan penyadaran, pengorganisasian massa, dan opini untuk mempertanyakan keadilan sistem pendistribusian ekonomi kaum buruh. Gerakan SP/SB tersebar ke seluruh negara, sehingga, menimbulkan berbagai pergolakan. Tragedi 1 Mei 1886 di Hay Mart, Chicago, AS menjadi satu contoh. SP/SB dituduh sebagai provokator kerusuhan dengan mengusung paham komunis. Perjuangan kaum buruh yang menuntut jam kerja 8 jam per hari, berakhir dengan provokasi kerusuhan. Sehingga, pengadilan menjatuhkan hukuman gantung kepada para pejuang buruh. Sekalipun, beberapa tahun kemudian pengadilan menganulir hukuman tersebut, dan merehabilitasi nama baik para martir buruh yang telah meninggal, perjuangan kaum buruh di Hay Mart, menggetarkan pejuang kaum buruh di belahan dunia lain.

facade of old residential building in city
Photo by Maria Orlova on Pexels.com (inggris)

Kelompok ideolog sosialis dalam Konverensi II Sosialis Internasional di Paris tahun 1889 memutuskan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional. Sejarah terus bergulir karena beberapa tahun kemudian, tepatnya 1919, Organisasi Buruh Internasional (ILO) menetapkan pengaturan kerja 8 jam per hari ditetapkan sebagai konvensi internasional pertama ILO. Inilah prestasi awal SP/SB, yang memerangi eksploitasi di tempat kerja. Konvensi ini sekarang diadopsi di seluruh dunia. Munculnya wadah SP/SB dan pengaturan jam kerja, ternyata tak otomatis menurunkan kemiskinan buruh. Ada masalah tentang upah. Upah yang diterima buruh hanya cukup menghidupi buruh itu sendiri. Tetapi, tidak cukup untuk membiayai kehidupan keluarganya. Perjuangan buruh berlanjut ke isu upah minimum. Negara pertama yang memulainya adalah Selandia Baru (1894), selanjutnya menyebar ke Australia (1904), dan menyeberang ke Eropa melalui Inggris (1909). Melalui upah minimum, negara ingin memastikan perlindungan terhadap buruh dari eksploitasi kapitalis. Penetapan upah minimum dilakukan melalui usulan tripartit untuk kemudian diputuskan pemerintah. Keadilan yang menjadi inti perjuangan kaum buruh mendapatkan perhatian dari Kanselir Jerman, Otto Van Bismarck, di tahun 1889 yang meluncurkan gagasan jaminan sosial untuk buruh. Walaupun kanselir tersebut bukan tokoh sosialis pendukung buruh, namun karena diperkirakan potensi bahaya kemerosotan ekonomi Jerman dan potensi pemberontakan buruh akan terjadi bila tak melahirkan sistem yang mereduksi ketimpangan ekonomi melalui jaminan sosial. Gagasan jaminan sosial ini, selanjutnya menjadi program inti perjuangan SP/SB di seluruh dunia, yang kemudian diadopsi dalam konvensi ILO dan dipraktikkan di seluruh dunia.  Tahapan terbaru dalam perkembangan hubungan industrial yang saat ini dipromosikan ke seluruh dunia adalah konsep social dialogue, atau suatu upaya untuk melakukan perundingan guna mendapatkan titik temu demi keberlanjutan pekerjaan dan usaha. Ini adalah konsep baru yang menegasi konsep lama “perjuangan kelas”. Suatu upaya memitigasi masalah hubungan industrial melalui jalan damai ketimbang jalur konfrontasi. Produk utama dialog sosial, adalah lahirnya Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yang berisi kesepakatan SB dan majikan atas hak dan kewajiban di tempat kerja.

Momentum Perkembangan SP/SB di Indonesia

Bahwa sekitar tahun 1950 – 1969, SP/SB di Indonesia pada umumnya mengambil momentum kebebasan karena adanya kemerdekaan Republik Indonesia  dengan menguwasai perusahaan perusahaan asing yang kebanyakan pada saat itu adalah industri sektor pertanian dan perkebunan. Apakah SP/SB di Indonesia pada saat itu mampu atau tidak mengelola sektor industri pertanian dan perkebunan, setidaknya SP/SB dapat ikut menguasai lahan-lahan pertanian dan perkebunan yang ada. Atas kondisi tersebut pemerintah/presiden mengumumkan/menetapkan penataan kepemilikan lahan luas, melalui pembagian bagi hasil dan pembaharuan agrarian.  Tentara pada saat itu ikut merespon kebijakan pemerintah/presiden, dengan membentuk badan-badan kerjasama (BKS), antara militer dengan organisasi masa. Diantaranya dengan buruh (BKS Bumil), kesatuannya diberi nama Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI). Sisi lain situasi kondisi saat itu Partai Komunis Indonesia (PKI) juga tumbuh subur dan di indikasikan buruh dapat dimanfaatkan oleh PKI. Terlebih PKI saat itu terindikasi ancaman bagi militer dan Republik Indonesia, maka badan-badan kesatuan aksi dimobilisasi dalam wadah Fron Pancasila untuk mengganyang PKI. Setelah PKI bisa diatasi dan dibasmi maka Kesatuan Aksi Buruh Indonesia bertransformasi menjadi MPBI, yang dimotori oleh 21 Serikat Buruh membuat ikrar bersama membentuk MPBI. MPBI menggelar sidang di bulan Nopember yang dibuka langsung oleh Presiden Soeharto pada saat itu. Adapun dalam sambutannya persiden meminta agar Serikat Buruh tidak berpolitik, selanjutnya mendorong agar serikat buruh melakukan harmonisasi hubungan antara buruh dan pengusaha.

Kelembagaan persatuan buruh di seluruh Indonesia dimanifestasikan dengan adanya deklarasi Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) pada tanggal 20 Februari 1973. Yang di tetapkan dan diarahkan agar menjadi satu satunya wadah untuk mengorganisir serikat buruh di Indonesia yang diketuai oleh Agus Sudono, dengan sekretaris Soekarno, dan ketua dewan penasehat OetoyoUsman.  Pada tahun 1985 FBSI melaksankan konggres ke II di bulan November berubah bentuk menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), yang dipimpin oleh ketua Imam Soedarwo. 21 serikat buruh yang menjadi anggota FBSI, dilebur menjadi 9 departemen. Bentuk unitaris dengan beranggotakan langsung SP/SB tingkat perusahaan yang disebut Basis. Sejak itu mulai adanya ketidak puasan yang menimbulkan kritisan-kritisan bahkan tekanan tekanan terhadap keberadaan SPSI. Datanglah dukungan dari berbagai serikat buruh international, bahkan menimbulkan tekanan tekanan pula dari negara luar kepada pemerintah Indonesia. Kondisi tersebut mengakibatkan terbukanya ruang lahir dan tumbuhnya SP/SB baru diluar SPSI yang berdiri sendiri secara independen. Tahun 1990 Munas III SPSI yang berupaya menyatukan kembali seluruh SP/SB, tidak mampu menghambat tumbuhnya SP/SB diluar SPSI yang dianggap sebagai SP Pemerintah. Sekitar Tahun 1995 Munas IV SPSI merubah bentuk menjadi Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI) dengan beranggotakan Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP). Setelah tahun 2000 untuk memenuhi UU No 21 Tahun 2000 tentang SP/SB FSPSI berubah menjadi Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dengan beranggotakan Federasi Serikat Pekerja Anggota berdasarkan sektor industri lapangan pekerjaan masing-masing.

Tantangan SP/SB di Indonesia

Selain tantangan baru adanya tandingan SP/SB diluar KSPSI, sangat disayangkan KSPSI tidak berbenah diri untuk dapat tumbuh kompetitif, tetapi sebaliknya terjadi perebutan kekuasaan yang mengakibatkan KSPSI yang berawal dari FBSI sekarang sudah menjadi 4(empat) pimpinan setingkat Konfederasi yang memperebutkan tempat/lahan yang sama, yang pada akhirnya berdampak memecah belah keanggotaan yang ada didalamnya. Terindikasi kuat dalam perjalanannya dari FBSI sampai menjadi KSPSI saat ini, KSPSI  terbawa dalam dominan politik kekuasaan, yang dominan pula pada kepentingan pribadi dan/atau kelompok pimpinannya bukan kepentingan anggotanya. Demikian pula makna kebebasan berseikat yang mengakibatkan mudah lahir dan tumbuhnya SP/SB sampai ketingkat Federasi maupun Konfederasi, belum focus kepada perubahan kerja advokasi yang lebih tersistem dan terorganisir dengan baik di internal masing-masing untuk memperbaiki perlindungan, pembelaan, serta kesejahteraan buruh, , tetapi dominan pada ego pribadi dan/atau kelompok pimpinan masing-masing dalam persaingan tidak sehat saling melemahkan, menjatuhkan bahkan berebut mengkases dan/atau menguasai pusat-pusat kekuasaan. Nilai-nilai cara instan untuk kepentingan sesaat, serta simbolisasi kekuatan yang menggunakan kekerasan, kedekatan dengan penguasa, memanfaatkan materi dan/atau fasilitas, tanpa sadar telah menjadi nilai-nilai lumrah dan benar, yang sesuangguhnya menjauhkan pada hasil yang ingin dicapai untuk kepentingan bersama dalam artian seluruh pekerja dan/atau setidaknya seluruh anggotanya. Ketidak berdayaan pekerja, kelelahan harapan pekerja, keputusasaan pekerja, hanya dimanfaatkan untuk bisa berteriak dan berekspresi lewat gerakan yang hanya membuka ruang bargaining kelompok tertentu bukan kepada perubahan nasib anggotanya.

Dalam kebebasan berserikat yang mengakibatkan banyaknya SP/SB sampai ketingkat Federasi maupun Konfederasi, serta problema afiliasi FSP RTMM-SPSI kepada KSPSI yang mencoba konsisten pada mekanisme proses prosedur internal serta sikap konsistensi FSP RTMM-SPSI terhadap perjalanan sejarah yang dilalui, maka upaya pada penguatan internal dalam tata kelola yang sehat tersistem dan terorganisir dengan baik merupakan pilihan dalam menjaga dan meningkatkan posisi tawar FSP RTMM-SPSI.  Secara nasional structural kepemimpinan FSP RTMM-SPSI pada tingkat provinsi dikelola oleh 15 Pimpinan Daerah, pada tingkat Kota/Kabupaten dikelola oleh 53 Pimpinan Cabang, dan pada tingkat perusahaan dikelola oleh 455 Pimpinan Unit Kerja, dengan total jumlah anggota pekerja sebanyak 229.414 Orang.

Bahwa Problema secara nasional  diseluruh tingkatan kepemimpinan dari pusat sampai kepada unit kerja dominan pada “posisi & daya tawar”, serta kepatuhan dan ketaatan pada “komitmen” atas berbagai keputusan dan kebijakan organisasi yang telah diputuskan bersama. Selaku pimpinan tertinggi organisasi Pimpinan Pusat sejak Munas I Tahun 1995 dan Munas II tahun 2000 yang menetapkan DRS, H. Tosari Wijaya,  Munas III tahun  2005 yang menetapkan H. Moch, Asad, Munas IV tahun 2010 yang menetapkan H. Buyung Marizal SH.MH, Munas V tahun 2015 dan Munas VI tahun 2020 yang menetapkan Sudarto AS untuk memimpin secara nasional, pada umumnya telah berupaya maksimal untuk selalu konsisten menjaga dan meningkatkan performa organisasi dari waktu kewaktu.

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.