EVALUASI AFILIASI FSP RTMM-SPSI KEPADA KSPSI

I. Pendahuluan
Bahwa pada pokoknya serikat pekerja / serikat buruh mempunyai tujuan, fungsi, hak, kewajiban, memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan pekerja, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja dan keluarganya sebagaimana ketentuan yang diatur dan dijabarkan dalam Undang-undang No. 21 tahun 2000, tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja.
Memperhatikan tujuan, fungsi, hak, serta kewajiban SP/SB, maka diperlukan upaya kongkrit yang meliputi; tata kelola kerja advokasi yang tersistem dan terorganisir dengan baik:

Bagaimana tata kelola kerja advokasi perlindungan?

Bagaimana tata kelola kerja advokasi pembelaan hak dan kepentingan?

Bagaimana tata kelola kerja advokasi dalam peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya?

tiga pemetaan advokasi pekerja

Pemetaan 3 (tiga) hal tersebut diatas berdasarkan ketentuan normatif (UU.21/2000) yang harus kelola dengan baik oleh para pimpinan SP/SB untuk diarahkan kepada: kemajuan anggota, kemajuan lembaga, kemajuan pengelola/pengurus dari waktu ke waktu yang harus dapat diukur dan dibuktikan dengan nyata proses dan progresnya.
Organisasi identik dengan kebersamaan, sehingga dalam membangun peningkatan kinerja capaian dari waktu ke waktu perlu adanya kebersamaan dalam bentuk kerja sama. Namun kerjasama harus bermodalkan komitmen serta konsistensi para pimpinan SB/SB secara dasar harus benar benar mau menjalankan dengan sesungguh-sungguhnya terkait upaya nyata yang dapat terukur dari waktu ke waktu terkait tata kelola kerja advokasi 3 (tiga) hal tersebut diatas, baik dalam proses dan progresnya.

Upaya pendalaman, penguatan, peningkatan capaian kinerja yang berbasis pada kerja advokasi tersistem dan terorganisir terus dibangun oleh PP FSP RTMM-SPSI selaku pimpinan tertinggi organisasi di FSP RTMM-SPSI, yang terus diupayakan ditingkatkan dari waktu kewaktu di intern Pimpinan Pusat maupun berupaya didorong untuk dapat disinkronkan dan dilaksanakan oleh segenap lapisan jajaran struktural kepemimpinan di semua tingkatan (PP, PD, PC FSP RTMM-SPSI dan PUK SP RTMM).
Sesuai dengan jenjang tingkatan kepemimpinan organisasi maka Pimpinan Pusat sudah seharusnya berupaya nyata dalam kerja advokasi yang berorientasi pada upaya antisipasi, terutama kebijakan-kebijakan pemerintah di tingkat pusat. Sebagaimana di uraikan di atas maka kerjasama antar SP/SB perlu menjadi perhatian serius, terlebih kerjasama antar Federasi yang menjadi satu kesatuan dalam afiliasi, termasuk yang paling sangat penting adalah kerjasama dengan Konfederasi yang merupakan perwakilan dari Federasi.

Dalam teori kedaulatan suatu organisasi maka pada umumnya dapat dipastikan inti pokoknya adalah “kedaulatan organisasi ada di tangan anggota” problematika yang ada tidak semua pemimpin dapat mengelola dirinya selaku pengelola organisasi menyadari dan mau membatasi dirinya dalam penggunakan otoritas dan kewenangannya selaku pemimpin atas nama tanggung jawab terhadap yang dipimpinnya.
Diperlukan pemikiran bersama atas pembangunan pemberdayaan organisasi SP/SB yang dari waktu ke waktu hanya dominan pada sekedar simbolisasi yang tidak jelas capaiannya. Para pimpinan organisasi sudah waktunya untuk lebih konkrit membangun kinerja organisasi berdsarkan proses dan progress nyata, bukan sekedar pencitraan keberanian semata, namum nyatanya tidak ada dan/atau kurang hasilnya.

Demikian pula sebaliknya SP/SB bukan organisasi politik dan juga kendaraan politik yang hanya digunakan mempermudah mengakses penguasa maupun pengusaha, tanpa mempertimbangkan sama sekali atas tugas dan tanggung jawabnya selalu pimpinan SP/SB. Pemimpin wajib membangun hubungan baik dengan siapapun (terbuka) namum tetap harus mempertimbangkan makna daya tawarnya selaku pimpinan SP/SB, yang wajib sedikit demi sedikit harus membuktikan manfaatnya untuk lembaga dan anggotanya.

Dalam menghadapi tantangan rumitnya problematika ketenagakerjaan di Indonesia atas nama manfaatnya berserikat, realitas perlindungan, pembelaan, dan peningkatan kesejahteraan pekerja, yang senyatanya yang dominan baru ditingkat Pimpinan Unit Kerja, belum sepenuhnya karya nyata para pimpinan Federasi dan Konfederasi tingkat nasional. Hal ini dapat dibuktikan adanya kesenjangan PKB yang ada antar PUK di seluruh Indonesia, masih banyaknya pelanggaran yang terjadi dilapangan atas hak-hak perlindungan dasar pekerja, maupun terkait kebebasan berserikat. Fedarasi SB/SB dan Konfederasi SP/SB tidak fokus membangun kerja advokasi dalam menegakan supremasi hukum ketenagakerjaan di Indonesia, sebaliknya lebih dominan terbawa arus politik kekuasaan.
Musyawarah Nasional VI FSP RTMM-SPSI pada tahun 2020, pada lampiran Keputusan No. 09/MUNAS VI/FSP RTMM-SPSI/XII/2020, Tentang Rekomendasi khususnya pada romawi I huruf D, PP FSP RTMM-SPSI masa bakti 2020 – 2025 diamanahkan untuk melakukan evaluasi terhadap KSPSI atas manfaat dan kerugiannya sehubungan belum menyatunya kembali KSPSI, serta realitas perkembangan SP/SB, Federasi dan Konfederasi umumnya serta khususnya Federasi dan Konfederasi SPSI tempat afiliasi FSP RTMM-SPSI.

Memperhatikan kebutuhan internal FSP RTMM-SPSI khususnya dalam upaya mendukung peningkatakan manfaat system kerja advokasi yang tersistem dan terorganisir secara lebih cepat, terutama kepada tugas dan tanggung jawab Pimpinan Pusat dalam menyikapi berbagai kebijakan pemerintah pusat khususnya yang terkait dengan masalah ketenagakerjaan, serta berpedoman kepada keputusan tata kerja dan program prioritas PP FSP RTMM-SPSI Tahun 2021, maka evaluasi afiliasi KSPSI, perlu dimasukan dalam pembahasan dan penetapan keputusan RAPIMNAS I FSP RTMM-SPSI Tahun 2022.

II. Pedoman Umum Evaluasi

1.Norma Afiliasi SP/SB
Bahwa Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh, serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. SP/SB, Federasi, dan Konfederasi SP/SB, bertujuan memberikan perlindungan,pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya. Untuk mencapai tujuan SP/SB, Federasi dan Konfederasi SP/SB mempunyai fungsi:

a. sebagai pihak dalam pembuatan PKB;
b. sebagai wakil pekerja / buruh dalam lembaga kerjasama dibidang ketenagakerjaan sesuai tingkatannya;
c. sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya;
e. sebagai perencana, pelaksana dan penanggungjawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

f. sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham dalam perusahaan.


Serikat Pekerja/Serikat Buruh berhak membentuk dan menjadi anggota Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh berhak membentuk dan menjadi anggota Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dibentuk oleh sekurangkurangnya 3 (tiga) Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Penjejangan organisasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Federasi dan Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangganya. Serikat Pekerja / Serikat Buruh Federasi dan Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dibentuk atas kehendak bebas pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah, partai politik, dan pihak manapun. Serikat Pekerja/Serikat Buruh Federasi dan Konfederasi Serikat Pekerja/ Serikat Buruh dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis pekerjaan, atau bentuk lain sesuai dengan kehendak pekerja/buruh.

Setiap Serikat Pekerja / Serikat Buruh, Federasi dan Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Berpedoman kepada norma afiliasi terkait tujuan, fungsi, hak, kewajiban dalam perlindungan, pembelaan, peningkatan kesejahteraan anggota, serta syarat dan hak pembentukan dalam proses afiliasi, maka diperlukan penataan ulang yang lebih sesuai dengan norma berserikat. Penataan ulang dijabarkan dalam anggaran dasar dan anngaran rumah tangga organisasi yang meliputi; kedaulatan, hak dan kewajiban anggota dan pemimpin, yang seluruhnya perlu diarahkan lebih tegas terhadap proses prosedur pengambilan kebijakan organisasi yang merupakan titik sentral otoritas kewenangan kepemimpinan dalam bingkai kebersamaan dalam keterwakilan.

2. Sekilas KSPSI dan FSP RTMM-SPSI
Bahwa perjalanan Serikat Buruh di Indonesia berawal pada sekitar tahun 1950 saat itu buruh menguasai perusahaan-perusahaan milik asing. Presiden pertama Indonesia Soekarno mengumumkan penataan kepemilikan lahan luas melalui perjanjian bagi hasil dan pembaharuan agrarian(buruh terbesar saat itu buruh pertanian perkebunan). Tentara pada saat itu segera merespon langkah–langkah progresif Soekarno dengan membentuk Badan-badan Kerjasama (BKS) antara militer dengan organisasi massa. Dari badan-badan kerjasama itu dibentuk kesatuan-kesatuan aksi. Kesatuan-kesatuan aksi tersebut dimobilisasi dalam wadah Front Pancasila untuk mengganyang PKI dan antek-anteknya hingga keakar-akarnya. Badan Kerjasama dengan buruh disebut dengan BKS Bumil (Buruh Militer), kesatuannya diberi nama Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI).

Pada tahun 1969 Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI) bertransformasi menjadi Majeleis Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI), sekitar 21 (dua puluh satu) Serikat Buruh membuat ikrar bersama membentuk Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI). Selanjutnya MPBI menggelar sidang pada bulan Nopember yang dibuka langsung oleh Presiden Soeharto di Istana Negara RI. Pada intinya Presiden meminta Serikat Buruh tidak berpolitik dan melakukan harmonisasi hubungan antara buruh dan pengusaha.
Pada tanggal 20 Februari 1973 dilakukan deklarasi Federasi Buruh Seluruh
Indonesia (FBSI), dimana FBSI dijadikan wadah satu satunya untuk mengorganisir buruh swasta (adanya pembatasan penyekatan dan pengelompokan atas kepentingan pemerintah untuk dapat mengendalikan Serikat Buruh di Indonesia). Pada bulan Maret 1973 dibentuk Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dengan Ketua Bapak Agus Sudono dan Sekjen Bapak Soekarno dan Dewan Penasehat Bapak Oetoyo Usman selaku ketua.

ilustrasi

Singkatnya dalam perjalanannya di tahun 1985 bulan Nopember pada Konggres ke II FBSI dirubah menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) dengan Ketua pertamanya adalah Bapak Imam Soedarwo, adapun yang sebelumnya 21 (dua puluh) Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP) ada di dalam FBSI dilebur menjadi 9 (sembilan) departemen di dalam kendali SPSI. Atas kondisi tersebut muncullah sekitar 12 (dua belas) SBLP mengkritisi SPSI (unitaris). Dukungan pun datang dari beberapa Serikat Buruh internasional, termasuk Serikat Buruh Amerika Serikat mendorong pemerintah Amerikat Serikat agar mencabut kuota dalam general system preferences (GSP) dari Indonesia.
Tahun 1990 bermunculan Serikat Buruh baru independen di Indonesia, akhirnya SPSI yang di dalamnya ada 9 (sembilan) departemen dirubah kembali lagi menjadi Sektor pada MUNAS ke-III, Sekber SBLP kembali bergabung dengan SPSI. Pada MUNAS ke-IV SPSI bulan November 1994 SPSI dirubah menjadi Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI), dengan beranggotakan Serikat Pekerja Lapangan Pekerjaan (SPLP), dan pada tahun 1995 SPLP dirubah kembali menjadi Serikat Pekerja Anggota (SPA). Mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan, khususnya tentang SP/SB (UU No. 21/2000 tentang SP/SB) FSPSI berubah menjadi Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), dan Serikat Pekerja Anggota (SPA) yang tergabung dengan KSPSI berubah menjadi Federasi Serikat Pekerja (FSP), salah satunya adalah FSP RTMM-SPSI. Adapun yang menjadi anggota Federasi adalah Serikat Pekerja, walaupun secara norma SP/SB bisa dibentuk diluar perusahaan (SP Transport), tetapi pada umumnya SP/SB dibentuk di tingkat perusahaan.

Sekilas FSP RTMM-SPSI yang awalnya memang bagian dari FBSI – SPSI – FSPSI – KSPSI, mengalami proses sebagai berikut:
a. Melalui Surat Keputusan DPP SPSI yang ditanda tangani oleh Ketua Umum Imam Soedarwo dan Sekretaris Jenderal Bomer Pasaribu tertanggal 31 Mei 1993 SP RTMM ditetapkan langsung dengan Ketua Drs. H. Tosari Wijaya dan Sekretarsi Dra. Merry Barnella, selanjutnya Ketua dan Sekretaris bertugas untuk membentuk komposisi personalia SP RTMM-SPSI.


b. Pada tahun 1995 awal perdana pesta demokrasi kedaulatan tertinggi di tangan anggota dilaksanakan MUNAS I FSP RTMM-SPSI di Wisma Haji Cempaka Putih, Jakarta Pusat pada tanggal 4 Agsutus 1995. Secarademokratis anggota SP RTMM-SPSI memilih langsung Ketua & Sekretaris, sedangkan untuk norma organisasi MUNAS I SP RTMM-SPSI hanya dapat membuat Peraturan Dasar, karena masih mengikuti sepenuhnya dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SPS


c. Pada tahun 2000 dilaksanakan MUNAS II FSP RTMM-SPSI di Hotel Horison Bandung pada tanggal 21 Juli 2000. Pemilihan Ketua Umum semakin demokratis demikian pula saat pembentukan komposisi personalia lengkap PP SP RTMM-SPSI, tim formatur cukup ketat dalam rapat formatur untuk menetapkannya. Demikian pula terkait norma kelembagaan SP RTMM-SPSI telah menetapkan sendiri Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya.


d. Pada tahun 2005 dilaksanakan MUNAS III FSP RTMM-SPSI di Hotel Gripta Kudus, Jawa Tengah. Suasana demokratis dalam LPJ, Pembahasan Program Umum, Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga menjadi bentuk sempurna Federasi, serta saat pemilihan Ketua Umum suasana cukup tegang dan keras namun tetap dapat diselesaikan dengan baik. Dalam perjalananan masa bakti periode 2005 – 2010, PP FSP RTMM-SPSI mengalami problem setidaknya 2 (dua) masalah besar yang mengakibatkan FSP RTMM-SPSI sangat terpuruk. Dengan pelan tapi pasti berkat kerja keras tim serta dukungan finansial dari Sekretaris Umum non-aktif PP FSP RTMM-SPSI mampu mengatasi problem yang terjadi dan bangkit mengembalikan keadaan, terutama yang menonjol adalah perubahan ke arah kemandirian dan penataan ulang dokumen administrasi yang tidak bisa diselamatkan akibat perselisihan KSPSI.


e. Pada tahun 2010 dilaksanakan MUNAS IV FSP RTMM-SPSI di Hotel Grand Cempaka Jakarta Pusat. Semangat demokratis dalam tahapan-tahapan proses seluruh rangkaian musyawarah berjalan cukup baik. Berbagai kebijakan norma dan program organisasi terus dibangun dan ditingkatkan, disesuaikan dengan tantangan dan peluang yang ada serta memperhatikan kelebihan dan kekurangan di internal FSP RTMM-SPSI secara nasional, sistem tata kelola dasar dibangun dan kemandirian terus ditingkatkan, pelaksanaan forum rapat tahunan ditingkatkan pelaksanaannya.

f. Pada tahun 2015 dilaksanakan MUNAS V FSP RTMM-SPSI di Hotel Aston Denpasar bali. Persyaratan kepesertaan ditingkatkan dari aspek keseimbangan antara hak dan kewajiban anggota terutama dalam hal ketertiban pembayaran iuran, demikian pula jumlah kesepertaan meningkat paling tinggi dibanding acara–acara sebelumnya. Selain kuantitas, tentunya kualitas penyelenggaraan menjadi fokus utama dalam peningkatan performa FSP RTMM-SPSI yang terus dibangun dari waktu ke waktu. Peningkatan sistem tata kelola organisasi dan kemandirian menjadi prioritas. Forum nasional tahunan (RAPIM, RAKER) dilaksanakan sepenuhnya (kuantitas dan kualitas pelaksanaannya terus ditingkatkan, aspek social, apresiasi, serta teknologi).


g. Pada tahun 2020 waktu pelaksanaan MUNAS VI FSP RTMM-SPSI mengalami penundaan yang ditempuh melalui mekanisme proses prosedur pengambilan kebijakan organisasi sesuai dengan ketentuan norma organisasi dikarenakan adanya pandemik Covid-19 di Indoensia dan dunia. Memperhatikan perkembangan situasi pandemik serta kebutuhan internal organisasi dalam menjaga performa organisasi dalam upaya meningkatkan ketertiban bersama, maka MUNAS VI FSP RTMM-SPSI dapat diselenggarakan pada akhir tahun 2020 dengan penyesuaian-penyesuaian pelaksanaan terkait PPKM, peningkatan persyaratan dengan menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban anggota, dilakukannya mapping khusus secara teamwork dalam menganilsa data iuran untuk menentukan jumlah kepesertaan sesuai dengan data yang benar, serta memadukan pengunaan media internet agar pelaksanaannya dapat dipantau bersama.

3. Realitas Peran KSPSI dalam Perlindungan, Pembelaan, Peningkatan Kesejahteraan Anggota.


a. Memperhatikan aspek sejarah dan waktu.
Catatan catatan penting yang harus di ambil hikmah dalam sekilas petikan perjalanan SPSI tersebut diatas adalah:

Adanya indikasi kuat SP/SB sejak dahulu ikut terlibat langsung dalam berpolitik
Berpedoman kepada manfaat perlindungan, pembelaan, peningkatan kesejahteraan, keterlibatan langsung atau tidak langsung para tokoh/pimpinan SP/SB dalam kancah politik (kekuasaan) faktanya tidak memberikan manfaat yang seimbang antara Lembaga dan Anggota yang dipimpinnnya dengan pribadi dan/atau kelompok pemimpinnya. Lembaga SP/SB semakin pecah belah, bahkan cenderung berkompetisi tidak sehat, sebagian cenderung dimanfaatkan oleh penguasa dan pengusaha. Sementara sebagian para tokoh/pimpinan SP/SB berkarir cukup baik dalam berbagai posisi penting. Sesungguhnya kita harus bangga bila tokoh tokoh/pimpinan SP/SB berkarir bagus, lembaga SP/SB yang dipimpinnya harusnya juga ikut bagus, serta anggota yang dipimpinnya juga ikut mengalami perbaikan.

Harmonisasi hubungan antara Buruh dan Pengusaha.
Dalam konsep pedoman hubungan industrial yang dipakai pada saat ini adalah “Hubungan Industrial Yang harmonis, Dinamis, dan Berkeadilan” Dalam implementasi mewujud nyatakan konsep pedoman hubungan industrial tersebut para tokoh pimpinan SP/SB perlu pendalaman terhadap realitas harapan dan kenyataan dilapangan. Makna kata harmonis seharusnya konsisten oleh kedua belah pihak (Buruh & Pengusaha) bukan sekedar ke salah satu pihak, apalagi bila dikaitkan dalam upaya membatasi kebebasan berserikat tanpa ukuran yang jelas.
Terindikasi kuat makna harmonis pada umumnya dijadikan alat hanya untuk sekedar membatasi dan/atau membelenggu SP/SB dalam menjalankan kerja advokasi akibat gagalnya perundingan bipartit. Makna kata dinamis adalah lawan kata dari statis (tetap). Sehingga dinamis adalah bagian dari proses kehidupan yang pasti dan harus siap dilalui, dilakukan oleh setiap orang. Dalam konteks hubungan industrial seiring perjalanan waktu pasti para pihak harus siap berubah, berubah menuju kearah yang lebih baik. Bahwa hubungan industrial terikat dengan adanya hubungan kerja (perjanjian kerja) yang mengakibatkan peran para pihak
dalam berkontribusi (saling memberi dan menerima) atau lebih dikenal dengan yang namanya hak dan kewajiban. Dalam mewujudkan harmonisasi dalam menjalankan hubungan yang harus siap berubah sesuai situasi dan kondisi yang terjadi maka ukuran yang harus jadi pedoman bersama adalah keadilan. Apapun yang harus dilakukan bersama dalam membina hubungan harus bermuara pada keadilan para pihak tidak ada yang dikorbankan.

❖ 49 Tahun KSPSI dan 29 Tahun RTMM
SP/SB pada umumnya dominan terbawa bukan kepada pembangunan sistem tata kelola kerja advokasi yang fokus dan terarah sesuai waktu yang dilalui. Norma organisasi, program, dan berbagai kebijakan forum forum organisasi dominan seremonial sekedar simbol image beradu argumentasi menunjukan jati diri masing-masing atas kehebatannya dalam berbicara yang pada umumnya pada orientasi bisa dipercayai selanjutnya akan menguasai. Bukan pada penguatan konsep dan strategi dalam membangun kelembagaan yang tersistem, dijalankan, dievaluai secara bertahap. Faktanya durasi jumlah waktu yang dimiliki oleh sebagian besar SP/SB belum dapat dijadikan ukuran keberhasilan SP/SB itu sendiri. Dalam teori manajemen waktu maka SP/SB dapat dikategorikan banyak waktu yang terbuang, dan tidak ada hasilnya. Kerugian terbesar SP/SB adalah waktu. Sering dan mudah diucapkan; “Hari ini harus lebih baik dari kemarin” “Hari esok harus lebih baik dari hari ini”. Solusi yang harus dilakukan adalah:

1. prioritas pertama adalah membangun sistem tata kelola (data, analisa, perencanaan, dilaksanakan bersama sesuai rencana, dievaluasi bersama untuk peningkatan dan/atau pengembangan);

2. prioritas kedua adalah pemimpin selaku pengelola fleksibel tidak dominan di depan tetapi bisa ditengah (bekerja bersama-sama) dan kadang harus dibelakang (mendorong tim); dan

3. prioritas ketiga adalah target waktu kerja advokasi setiap periode masa bakti harus dapat dibuktikan hasil dan/atau karya nyata setiap

kepemimpinan yang dapat diukur dan/atau dibuktikan kepada publiknya.
Mengutip ajaran kepemimpinan salah satu Pahlawan Nasional kita, Ki Hajar Dewantara, yaitu “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani”, yang berarti:
Ing Ngarso Sung Tulodo artinya Ing ngarso itu didepan / dimuka, Sun berasal dari kata Ingsun yang artinya saya, Tulodo berarti tauladan. Jadi makna Ing Ngarso Sung Tulodo adalah menjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang–orang di sekitarnya. Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suri tauladan.
Ing Madyo Mbangun Karso, Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Mbangun berarti membangkitan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat. Jadi makna dari kata itu adalah seorang pemimpin di tengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat. Karena itu seorang pemimpin juga harus mampu memberikan inovasi-inovasi di lingkungannya dengan menciptakan suasana yang lebih kondusif untuk keamanan dan kenyamanan bersama.
Demikian pula dengan kata Tut Wuri Handayani, Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani berati memberikan dorongan moral atau dorongan semangat. Sehingga artinya Tut Wuri Handayani ialah seorang pemimpin harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh orang–orang di sekitar kita menumbuhkan motivasi dan semangat.

❖ Unitaris dan Lahirnya SP/SB Independen
Bila belajar dari perjalanan FBSI menjadi SPSI pada tahun 1985, sekedar perubahan bentuk pada orientasi kekuasaan tunggal SPSI atas kebutuhan/keinginan penguasa, memperhatikan peran dominan pemerintah (Sudomo) yang mengarahkan, dengan tujuan agar mudah mengendalikannya. Hal tersebut memicu kritik adanya interfensi pemerintah terhadap kebebasan berserikat di Indonesia, yang mengakibatkan munculnya SP/SB independen di sekitar tahun 1990. Apapun bentuknya sesungguhnya problem mendasarnya adalah: konsep yang jelas tentang apa, mengapa dan bagaimana SP/SB dalam mewujud nyatakan tujuan, fungsi, hak, dan kewajibannya secara benar dan baik, konsisten dan bertanggungjawab penuh. Problem konsep yang matang dan konsisten dijalankan dengan sungguh-sungguh penuh tanggung jawab, dapat dikatakan bagian problem serius secara mendasar. Hal tersebut dapat kita buktikan dengan realitas keadaan kebebasan berserikat pada saat ini. SP/SB, federasi dan konfederasi SP/SB jumlahnya semakin banyak tetapi belum juga mampu mewujudkan perannya dalam kenyataan peningkatan perlindungan, pembelaan, dan peningkatan kesejahteraan.


b. Memperhatikan Norma, Sumber Daya dan Tata Kelola Organisasi
Berpedoman kepada Undang-undang Nomor 21 tahun 2000, SP/SB, Federasi SP/SB, dan Konfederasi SP/SB, bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya. SP/SB berhak membentuk dan menjadi anggota Federasi SP/SB, dan Federasi SP/SB dibentuk oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) SP/SB. Federasi SP/SB berhak membentuk dan menjadi anggota Konfederasi SP/SB dan Konfederasi SP/ SB dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Federasi SP/SB. KSPSI bila ingin kompetitif dan segera dapat lebih mudah berproses dan berprogres menuju perubahan ke arah yang lebih baik, maka harus melakukan perubahan tata kelola organisasi yang berbasis pada norma dan sumber daya, terutama menyangkut hal-hal pokok:


❖ Verifikasi keanggotaan, struktural, dan legalitas
❖ Makna, hak, dan kewajiban anggota
❖ Batas–batas yang jelas atas otoritas kewenangan dan kewajiban pimpinan
❖ Mekanisme proses prosedur yang jelas dalam pengambilan kebijakan organisasi
❖ Struktur organisasi
❖ Keuangan Organisasi

III. Kesimpulan
Berpedoman kepada Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang SerikatPekerja/Serikat Buruh, yaitu:

Pasal 1
a. Ayat 1 : Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik diperusahaan maupun diluar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
b. Ayat 4 : Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah gabungan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
c. Ayat 5 : Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Pasal 3
Serikat Pekerja/Serikat Buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab.

Pasal 4
Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Federasi dan Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta
meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya

Pasal 7
a. Ayat 1 : Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh berhak membentuk dan menjadi anggota Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh
b. Ayat 2 : Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Pasal 9
Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Federasi dan Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dibentuk atas kehendak bebas pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah, partai politik, dan pihak manapun.

Pasal 11
Ayat 1 : Setiap Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Federasi dan Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh harus memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Memperhatikan perkembangan dan keadaan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) :

1. Belum dapat mewujudkan tujuan, fungsi, hak, serta kewajibannya dalam tata kelola kerja advokasi yang tersistem dan terorganisir, yang meliputi: perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya, khususnya dalam mengantisipasi berbagai kebijakan dan/atau regulasi pemerintah pusat yang merugikan pekerja/buruh.

2. Sampai saat ini masih terpecah belah dan berdampak kepada sebagian Federasi anggotanya yang mengakibatkan tidak kuat/lemah keberadaannya, sehingga kurang memberikan manfaat yang pasti terhadap para anggotanya, lebih khusus adalah para anggota pekerja (rawan pelanggaran dan tidak terlindungi dengan baik).

3. Terindikasi langsung atau tidak langsung kembali larut dan terbawa dalam politik yang faktanya belajar dari sejarah tidak membawa manfaat langsung untuk anggota pekerja maupun kemajuan lembaganya

4. 49 (empat puluh sembilan) tahun waktu yang cukup untuk memahami, mengambil hikmah serta mencari solusi terbaik berdasarkan pengalaman yang telah terjadi secara berulang-ulang. Faktanya lembaganya tidak tumbuh kuat, sebaliknya malah terpecah-pecah, anggotanya tidak semakin terlindungi dan terbela apalagi sejahtera, sebaliknya baru saja terjadi degradasi perlindungan dasar Pekerja Indonesia dengan lahirnya UU Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan yang kontroversi.

5. Problema sumberdaya yang merupakan factor utama dan menetukan, faktanya tidak sewajarnya dan ideal yang sebenarnya dalam menunjang kehidupan organisasi. Sehingga mengakibatkan makna organisasi yang identik dengan kebersamaan melalui kerjasama mengakibatkan mandulnya dan/atau setidaknya terganggunya system tata kelola organisasi yang sehat dan kuat dalam bingkai kebersamaan dan kesetaraan.

IV. Keputusan
Sebagai bentuk tanggung jawab penuh FSP RTMM-SPSI yang merupakan bagian dan/atau anggota KSPSI, maka ditetapkan keputusan secara berurutan sebagai berikut:

1. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga KSPSI berpedoman kepada ketentuan berkonfederasi sesuai ketentuan undang-undang nomor 21 Tahun 2000 Tentang SP/SB, khususnya pasal 1 ayat 4 dan ayat 5, pasal 7 ayat 1 dan ayat 2.

2. Berpedoman poin 1 tersebut diatas, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perlu mengatur dengan jelas dan tegas makna organisasi dalam kebersamaan dan keterwakilan, hak dan kewajiban anggota, kewenangan dan kewajiban pemimpin, mekanisme proses prosedur pengambilan kebijakan organisasi.

3. Bila tidak terpenuhinya poin 1 dan poin 2 tersebut diatas, maka FSP RTMM-SPSI mengundurkan diri dari KSPSI dalam tempo waktu yang sesingkat-singkatnya dan secepat-cepatnya.

4. FSP RTMM-SPSI dapat membentuk Konfederasi baru bersama Federasi-federasi yang satu visi dan misi, dengan memperhatikan kejelasan keanggotaan, jenjang struktural, tata kelola, serta ketertiban dalam berorganisasi, dan/atau dapat membentuk konfederasi sendiri

5. Tahapan proses tersebut diatas dapat disampaikan kepada struktural jajaran kepemimpinan SP RTMM – FSP RTMM-SPSI, dan hasilnya wajib dilaporkan dalam forum RAPIMNAS II FSP RTMM-SPSI mendatang.

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.