Palembang 27 Juni 2024. Bersamaan dengan aksi Unjuk Rasa Tolak TAPERA di Jakarta, PD FSP RTMM-SPSI Provinsi Sumatera Selatan bersama dengan DPD KSPSI Sumatera Selatan menggelar aksi serupa di halaman kantor DPRD Sumatera Selatan. Aksi unjuk rasa ini memiliki tema tuntutan yang sama yaitu ; 1. Menolak PP No 21 Tahun 2024 tentang TAPERA, 2. Cabut Omnibuslaw Cipta Kerja, 3. Menolak Upah murah dan Outsourching, serta ke 4. Menolak Kenikan BBM,Listrik,Gas dan Pajak. Aksi dilanjutkan dengan audiensi menyampaikan aspirasi langsung kepada DPRD Provinsi Sumatera Selatan. DPRD Sumatera Selatan diwakili Ketua Komisi V dan juga Disnakertrans Sumatera Selatan menerima aspirasi dari PD FSP RTMM-SPSI Sumatera Selatan dan akan ditindaklanjuti dengan menyampaikan kembali kepada Presiden,Ketua DPR RI,Kementrian Keuangan serta Kementrian Ketenagakerjaan.https://youtu.be/QyAeJAeiPdA?si=HsRFnSnkKfYP7pP3
Sejalan dengan kritisan Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI, bahwa kesewenangan pemerintah dalam menjalankan program TAPERA adalah bentuk ketidak adailan dan menyalahi Hak Asasi. Indonesia merupakan negara hukum, dan seharusnya setiap produk hukum di negara ini wajib mengakui dan melindungi hak-hak dasar warga negara sebagaimana dituangkan dalam Konstitusi Negara yakni UUD 1945.
Setidaknya ada 9 Pasal UUD 1945 yang dapat dijadikan rujukan, betapa Program TAPERA Pemerintah kali ini dinilai tidak adil, diantaranya;
- Pasal 28A : Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya;
- Pasal 28C Ayat (1) : Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejah teraan umat manusia;
- Pasal 28C Ayat (2) : Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya;
- Pasal 28D Ayat (1) : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum;
- Pasal 28D Ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja;
- Pasal 33 Ayat (1) : Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;
- Pasal 33 Ayat (2) : Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
- Pasal 33 Ayat (3) : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; dan
- Pasal 33 Ayat (4) : Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
TAPERA Tidak Adil Bagi Pekerja
Dalam konteks pekerja dan juga sebagai warga negara, sebagaimana tertera dalam kutipan pasal-pasal UUD 1945 di atas. Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan bagi pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan kualitas hidupnya menuju kesejahteraan merupakan pula bagian tanggung jawab Pemerintah atau penyelenggara negara dalam bentuk pembuatan reguliasi-regulasi yang mendukung. Akan tetapi beberapa regulasi yang dibuat seperti: Kluster Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja, Bab tentang Zat Adiktif dalam UU Kesehatan dan RPP Kesehatan, Pajak Penghasilan (PPh) 21, yang efektif berlaku sejak 1 Januari 2024 dan yang terakhir terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21/2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25/2020 tentang penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA), yang ditandatangani Bapak Presiden Jokowi pada tanggal 20 Mei 2024, dan merupakan turunan dari UU Nomor 4/2016 tentang TAPERA (UU TAPERA) semakain membuat pekerja, khususnya anggota SP RTMM – FSP RTMM-SPSI tertekan. Apalagi pengupahan pekerja yang diatur berdasarkan upah minimum dan dianggap sebagai safety net atau batasan agar tidak dikategorikan sebagai orang miskin akan semakin memicu turunnya daya beli pekerja dan tentu kualitas penghidupannya.https://www.serikatpekerjartmm.com/tentang-pp-fsp-rtmm-spsi/
Koalisi Buruh Pangkal Perjuangan Kabupaten Karawang Ikut Menyuarakan Tolak TAPERA
Sehari berselang, tepatnya tanggal 28 Juni 2024, Pimpinan Cabang FSP RTMM-SPSI Kabupaten Karawang beserta Koalisi Buruh Pangkal Perjuangan (KBPP) menemui Komisi IV DPRD Kabupaten Karawang untuk audiensi. Dalam audiensi tersebut KBPP menyampaikan aspirasi penolakan regulasi TAPERA. Audiensi tersebut diterima dengan baik dsn menghasilkan rekomendasi dari DPRD Kabupaten Karawang. Dalam pernyataannya Ketua Komisi IV DPRD Karawang menyampaikan menerima aspirasi dari KBPP yaitu “Pemerintah harus mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2024 tentang TAPERA”. Dan akan mennyampaikan kembali aspirasi ini kepada DPR RI dan juga Presiden.
Dalam UU TAPERA, penyediaan rumah rakyat wajib ditanggung oleh masyarakat, termasuk pekerja dan pengusaha, tanpa ada anggaran dari APBN dan APBD yang disisihkan oleh Pemerintah. Bila dibaca dengan cermat UU No. 4, 2016, PP No. 25, 2020, dan PP No. 21, 2024, tidak ada jaminan bagi peserta TAPERA otomatis memiliki rumah karena ada syarat dan ketentuan yang ditetapkan kemudian oleh Badan Pengelola TAPERA. Lebih ironis lagi dalam regulasi yang disebutkan di atas, pembahasan lebih banyak pada sistem pengumpulan atau pemupukan dana dan sanksi bagi peserta yang melanggar ketentuan TAPERA. Sedangkan bahsan tentang pemanfaatan dana TAPERA hanya disebutkan secara umum dan akan ditetapkan lebih lanjut oleh Badan Pengelola.
Bagi FSP RTMM-SPSI, Memaksakan TAPERA merupakan perbuatan yang sewenang-wenang dan berpotensi melanggar hak asasi manusia, apalagi tidak ada kejelasan peran/kontribusi dari Pemerintah dalam program tersebut. Berikut kami sampaikan beberapa hal untuk menjadi perhatian serius pemerintah, terutama terkait kebijakan tentang perumahan pekerja. Pekerja yang berada di Kabupaten Karawang saat ini sudah dibebabani potongan yang sudah besar sekitar 19% – 22%. Apalagi kalau ditambah potongan TAPERA. Tentunya hal ini semakin memberatkan.
Ketentuan tentang TAPERA yang mewajibkan semua pekerja merupakan bentuk ketidakadilan. Ketidakadilan tentu dirasakan pekerja di Kabupaten Karawang yang telah memiliki rumah melalui KPR umum/bersubsidi dan/atau yang memanfaatkan program yang disediakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Mereka masih harus menyelesaikan kredit rumah yang sudah disepakati sementara mereka juga harus membayar iuran TAPERA. Sementara itu tidak ada jaminan bahwa mereka bisa mendapatkan dana TAPERA untuk renovasi/perbaikan rumah yang juga akan dikenakan bunga.